TRENGGALEKTIMES - Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang merger dua bank pelat merah yaitu PT Bank Perkreditan Rakyat Bangkit Prima Sejahtera (BPR BPS) ke dalam PT Bank Perkreditan Rakyat Jwalita Trenggalek kembali dibahas, Selasa, 2/2/2021.
Namun, rapat pembahasan yang dilakukan oleh Panitia Khusus (pansus) II DPRD Trenggalek bersama tim asistensi ini terpaksa diskors karena belum adanya kesepakatan tentang dasar penghitungan nilai peleburan aset kedua BPR tersebut.
Baca Juga : 86 Ribu Pelaku UMKM Banyuwangi Terima Bantuan Modal BPUM
Ketua Pansus II DPRD Trenggalek Alwi Baharudin menjelaskan bahwa pihaknya saat ini tengah berupaya memastikan besaran nilai aset yang bakal dicatat. Jika sudah ada kesepakatan di tubuh keduanya, rapat pembahasan bisa dilanjutkan kembali. "Sebenarnya sudah ada laporan dari kedua Bank, namun yang jadi pertanyaan nilai aset ini digabungkan per 31 Desember 2020 atau menunggu proses mergernya selesai," ungkap Alwi saat usai pimpin rapat.
Lanjut Alwi, hal ini harus segera ditentukan. Pasalnya jika harus menunggu proses merger selesai, nilai aset kedua BPR juga berubah mengikuti progres setiap harinya.
"Dikhawatirkan jika harus menunggu proses penggabungan kedua bank, nilai aset otomatis akan berubah. Pasalnya aset lembaga jasa keuangan dihitung dari besaran nilai kas, gedung dan bangunan, tabungan, hingga piutang," jelasnya.
Alwi menjelaskan, menurut laporan terakhir yang diserahkan ke Pansus II DPRD Trenggalek, aset BPR BPS per 31 Desember 2020 tinggal Rp 420 Juta. Itu sudah termasuk kas, gedung, bangunan, dan piutang. Padahal jika merujuk pada perda pendirian bank dulu, nilai yang disetorkan ke BPR BPS mencapai Rp 9 Miliar.
Alwi juga menuturkan peleburan BPR BPS ke BPR Jwalita Trenggalek ini ditargetkan rampung pada 25 Februari 2021. Apabila sesuai target, maka pengesahan Ranperda menunggu diproses oleh OJK dan Kemenkumham.
Baca Juga : Subscriber Hampir Capai 7 Juta, Channel YouTube Irfan Hakim Hilang, Di-hack?
"Jika pembahasan sesuai target, pengesahan Ranperda diperkirakan baru bisa dilaksanakan kurang lebih enam bulan ke depan, pasalnya harus menunggu hasil audit dari OJK dan Kemenkumham," jelas politikus Partai Keadilan Sejahtera ini.
Perlu diketahui, penggabungan kedua Bank ini dikarenakan manajemen BPR BPS tidak sehat. Dari sejak didirikan sampai sekarang terus mengalami kerugian. Dilihat dari indikator defisit yang dialami BPR BPS setiap tahun mengalami kerugian Rp 100 - 120 juta.