JATIMTIMES - Hari Gatot Santot (42) Warga Dusun Babaan, Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang terpaksa melaporkan adanya dugaan tindak pidana pemalsuan akta otentik oleh notaris ke Polresta Malang Kota.
Permasalahan ini dilaporkan karena dirasa Gatot tidak pernah melakukan tanda tangan dokumen akta perikatan tukar guling tanah dengan salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Malang.
Baca Juga : Respon Gibran Soal Akun Kaskus Fufufafa yang Diduga Milik Dirinya: Tanya yang Punya
Gatot telah resmi melaporkan dugaan tindak pidana pemalsuan UU nomor 1 tahun 1946 tentang KUHP dalam pasal 263 dan atau 264 (1) dan atau 266 (1) dengan Nomor : LP/B/ 656 / IX /2024/SPKT/Polresta Malang Kota/Polda Jatim, Senin (9/9/2024) malam.
“Kejadiannya ini sudah berlarut-larut selama 5 tahun terakhir, terjadi pada bulan November 2019 lalu. Di sini adanya dugaan pemalsuan akta yang diterbitkan oleh salah satu notaris di Kota Malang,” ungkap Hari didampingi Kuasa Hukumnya, Abdul Aziz saat di Polresta Malang Kota malam.
Gatot pun menyayangkan yang terjadi padanya dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ini. Kejadian ini bermula saat Gatot mempunyai tanah, yang diproses untuk tukar guling di tempat milik terlapor sesuai dengan tanda terima dokumen berupa AJB nomor 622/KRGPLS/X/2018, AJB nomor 486/krgplsnii/2018 dan kelengkapan yang ditandatangani oleh pelapor dengan pihak terlapor pada 20 November 2019 dengan keperluan proses tukar guling.
Selanjutnya Gatot dijanjikan oleh terlapor akan selesai selama 6 bulan. “Ternyata tidak selesai. Beberapa kali komunikasi dengan baik bersama notaris (terlapor) kerap dijanjikan seminggu lagi dan seminggu lagi,” sambung Aziz.
Alhasil pada 17 Januari 2023 Gatot mengirimkan somasi dengan maksud untuk menyelesaikan surat tukar menukar tersebut kepada pihak perguruan tinggi swasta. Sayangnya hingga melayangkan somasi untuk ke 3 kalinya tidak ada jawaban.
Setelah proses selama kurang lebih 5 tahun, kemudian Gatot menanyakan surat tersebut kepada terlapor dengan datang ke Tempat Kejadian Perkara. Kemudian oleh terlapor dokumen akta pengikatan tukar menukar nomor 36 pada Desember 2019 diberikan kepada Gatot.
“Lalu diberi tanda terima oleh terlapor berupa akta perjanjian pengikatan tukar menukar antara Hari Gatot dengan perguruan tinggi swasta tersebut tertanggal 13 Oktober 2023,” kata Aziz kepada JatimTIMES.
Setelah menerima dokumen tersebut Hari pulang kerumahnya, namun setelah dicek ternyata dokumen yang dibawa olehnya hanya ada nama dan tidak ada tanda tangan. Gatot juga tidak pernah mendapatkan salinannya dan merasa tidak diundang untuk menandatangani atau membicarakan perihal akta pengikatan tukar menukar tersebut oleh terlapor.
Baca Juga : Puluhan Mahasiswa Geruduk KPU Kota Malang, Minta Tak Ada Eks Napi Koruptor Daftar Bacakada
Aziz menambahkan, saat penyerahan dokumen itu pihak perguruan tinggi swasta juga memberitahu diwajibkan membayar. Namun sejak awal tidak ada kesepakatan untuk membayar.
“Dengan alasan tidak diberitahu sejatinya dibincangkan sejak awal, misal punya kampus ini lebih mahal. Pasca kesepakatan, tidak ada perjanjian jadi suka tidak suka Pak Gatot harus bayar,” terang Aziz.
Selanjutnya pada Agustus dan September 2024, tiba-tiba Gatot menerima somasi ke 1 dan ke 2 yang berisikan diminta untuk melunasi kekurangan pembayaran sebesar Rp 100 juta. Besaran uang tersebut diakui sebagai kekurangan.
Padahal pelapor sudah membayar sebesar Rp 250 juta yang dicicil dua kali. Pertama Rp 150 juta dikirimkan melalui nomor rekening atas nama perguruan tinggi.
Yang kedua sebesar Rp 100 juta dibayarkan Gatot kepada pejabat yang mewakili atas nama perguruan tinggi swasta secara tunai. Tapi Gatot tidak menerima tanda terima dikarenakan dibayar secara tunai.
“Dengan adanya hal tersebut pelapor mengalami kerugian hingga Rp 3 miliar. Mengetahui hal tersebut kemudian pelapor melaporkan kejadian tersebut Polresta Malang Kota,” tutup Aziz.