JATIMTIMES - Konten podcast Deddy Cirbuzier kembali menjadi sorotan usai mengundang pasangan LGBT yang ditayangkan di kanal YouTubenya. Bahkan, Deddy mendapatkan banyak kritik sampai-sampai Deddy menghapus video itu dan minta maaf atas kegaduhan yang timbul.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD turut menyoroti kasus tersebut. Mahfud menyatakan bahwa kelompok lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) maupun pihak yang menyiarkan tayangan LGBT belum dilarang oleh hukum di Indonesia.
Baca Juga : 32 Gepeng, Anjal Diamankan Saat Ramadan dan Lebaran di Kota Batu, 90 Persen Asal Luar Kota
Hal itu ia sampaikan saat merespons pernyataan mamtan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu di Twitter terkait polemik konten di YouTube Deddy Corbuzier soal LGBT tersebut.
"Pemahaman Anda bukan pemahaman hukum. Coba saya tanya balik: mau dijerat dengan UU nomor berapa Deddy dan pelaku LGBT? Nilai-nilai Pancasila itu belum semua menjadi hukum. Nah LGBT dan penyiarnya itu belum dilarang oleh hukum. Jadi, ini bukan kasus hukum," kata Mahfud dalam akun Twitter resminya, @mohmahfudmd, dikutip Rabu (11/5/2022).
Mahfud menilai saat ini belum ada aturan hukum di Indonesia yang dapat menjerat pidana kelompok LGBT. Oleh sebab itu, Mahfud mengatakan seluruh nilai-nilai terkandung dalam Pancasila maupun agama belum semuanya menjadi produk hukum di Indonesia.
Ia lantas mencontohkan bahwa Pancasila mengajarkan bangsa Indonesia nilai berketuhanan. Kendati demikian, di sisi lain, tak ada orang yang dihukum karena tak bertuhan atau ateis di Indonesia.
"Mengapa? Ya karena belum diatur dengan hukum. Orang berzina atau LGBT menurut Islam juga tak bisa dihukum karena hukum zina dan LGBT menurut KUHP berbeda dengan konsep dalam agama," sambung Mahfud.
Lebih lanjut, Mahfud menjelaskan, berdasarkan asas legalitas, seseorang yang bisa dijerat sanksi hukum jika sudah ada produk hukumnya. Jika belum ada produk hukum, maka sanksinya sekadar sanksi otonom atau sanksi moral.
"Seperti caci maki publik, pengucilan, malu, merasa berdosa dan lainnya. Sanksi otonom adalah sanksi moral dan sosial. Banyak ajaran agama yang belum menjadi hukum," lanjut Mahfud.
Baca Juga : Mentan Sebut Wabah PMK Bisa Dikendalikan dan Tidak Menular ke Manusia
Mahfud lantas menyoroti soal Pasal 292 KUHP tentang pencabulan. Baginya, pasal itu hanya mengatur soal larangan homoseksual atau lesbian antara orang dewasa dan anak-anak.
Pasal 292 KUHP itu berbunyi "Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun".
"Kalau lesbi/homo sesama orang dewasa, apa ancaman hukumannya? Tidak ada, kan? Kalau kita menghukum tanpa ada ancaman hukumnya lebih dulu, berarti melanggar asas legalitas, bisa sewenang-wenang. Makanya ber-Pancasila bukan hanya berhukum, tapi juga bermoral," terang Mahfud.
Selain itu, Mahfud turut merespons usulan agar DPR bisa menindaklanjuti persoalan LGBT ini. Ia mengatakan masalah LGBT dan zina kini tengah dibahas dalam rancangan KUHP di DPR.
Ditundanya pengesahan RKUHP selama ini, lanjut Mahfud, karena masih bergelut dengan persoalan tersebut. "Sekarang ini masalah LGBT dan zina sedang dibahas lagi untuk bisa diatur ‘seperti apa’ di dalam rancangan KUHP. Tertundanya pengesahan RKUHP juga antara lain karena masalah ini. Silakan DPR-RI dan Bu Fahira (anggota DPD Fahira Idris). Sikap pemerintah sudah jelas tapi tentu harus mendengar suara masyarakat," kata Mahfud.