MALANGTIMES - Wali Kota Malang Sutiaji menjawab pandangan umum dari fraksi DPRD Kota Malang terkait dengan Ranperda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Kota Malang tahun anggaran 2020.
Dalam rapat paripurna kali ini, anggota DPRD Kota Malang lebih banyak menyoroti pada serapan anggaran Pemerintah Kota (Pemkot) Malang yang dinilai masih rendah.
Baca Juga : Warga Perum Permata Regency 1 Berteriak, Tolak Perbaiki Jalan dengan Biaya Swadaya
Sutiaji mengatakan, serapan anggaran yang masih dinilai rendah tersebut dikarenakan dampak dari wabah pandemi Covid-19 yang selama pada tahun 2020 kemarin melanda Kota Malang. Dan kebijakan dari pemerintah pusat, masing-masing pemerintah daerah yang terdampak diinstruksikan untuk melakukan refocusing anggaran untuk penanganan Covid-19.
"Ini (rendahnya serapan anggaran, red) imbas dari pandemi Covid-19. Kita dulu diharuskan untuk (refocusing anggaran, red) 50 persen, itu wajib," ujarnya kepada MalangTIMES.com, Kamis (17/6/2021).
Hal itu pula yang menyebabkan SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) pada tahun 2020 cukup besar. Yakni sebesar Rp 567.887.071.245,26. Dari anggaran SiLPA tersebut telah dianggarkan kembali untuk kegiatan perangkat daerah pada APBD tahun 2021 sebesar Rp 323.886.502.508,00. Kemudian sisa anggaran sebesar Rp 244.568.737.000,26 telah dipergunakan untuk program kegiatan pada perubahan APBD tahun 2021.
"Termasuk terealisasikannya pembangunan Jembatan Kedungkandang, Islamic Center dan Mini Block Office juga bersumber dari sebagian penggunaan SiLPA," terangnya.
Sehingga ke depan pembahasan terkait SiLPA dapat diletakkan secara proporsional sebagai bagian dari mekanisme manajemen anggaran daerah.
"Lebih daripada itu, selain langkah upaya evaluasi secara bersama berkaitan dengan penyelenggaraan anggaran, di tengah-tengah pandemi Covid-19, kita patut bersyukur karena Kota Malang yang notabene merupakan kota jasa," ujarnya.
Maka dari itu, Sutiaji pun menganggap wajar terkait adanya SiLPA pada tahun anggaran 2020. Karena, SiLPA merupakan bagian dari sistem penyelenggaraan pemerintahan dan pertanggungjawaban anggaran.
"tu hal yang wajar dan SiLPA juga merupakan bagian dari mekanisme manajemen pengelolaan anggaran. Baik itu pada skala nasional (APBN) maupun pada skala daerah (APBD). Karena sekali lagi pada perumusan dan penyusunan APBD, asumsi SiLPA bagian yang dibahas secara bersama," terangnya.
Lebih lanjut, politisi Partai Demokrat ini menyampaikan bahwa dalam rilis pertumbuhan ekonomi Kota Malang masih relatif baik. Dan juga untuk Indeks Pertumbuhan Masyarakat (IPM) Kota Malang masih cukup tinggi di Jawa Timur.
Baca Juga : Kajari Tulungagung Larang Pemdes Berikan Data Bersifat Rahasia pada Pihak ke-3
"IPM Pemkot Malang terbaik kedua di Jawa Timur dan pada angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang dulu kita berada pada posisi tertinggi. Kini kita diposisi ketiga setelah Surabaya dan Sidoarjo," ujarnya.
Pihaknya meyakini, jika sektor ekonomi kreatif, khususnya dibidang game dan aplikasi masuk dalam survei yang dilakukan oleh BPS Kota Malang, maka TPT Kota Malang tidak akan setinggi seperti sekarang ini.
Sementara itu, Ketua DPRD Kota Malang I Made Rian Diana Kartika mengatakan bahwa pihaknya akan menelusuri terus terkait SiLPA yang cukup besar tersebut.
"Anggaran SiLPA besar kan dari masing-masing OPD. Ini yang ingin kita lihat, kenapa terjadi SiLPA. Makanya, nanti kita akan perdalam secara teknis. Apakah itu karena efisiensi yang dijelaskan oleh Wali Kota atau tidak dipakai," ujarnya.
Jika pada kenyataannya asal muasal SiLPA tersebut karena anggaran tidak terpakai, kata Made untuk tahun 2022 tidak dianggarkan lagi.
"Kita bandingkan. Lebih baik untuk memberikan kepada OPD yang memang serapannya bagus. Sehingga kita menginginkan optimal untuk APBD," pungkasnya.