free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Hukum dan Kriminalitas

Ahli Kebijakan Publik UB: RUU Kejaksaan dan KUHAP Perlu Ditunda, Jangan Terburu-buru Disahkan

Penulis : Anggara Sudiongko - Editor : Yunan Helmy

11 - Feb - 2025, 16:40

Placeholder
FGD bertajuk Menyeimbangkan Kewenangan Penegakan Hukum dalam RUU KUHAP dan RUU Kejaksaan di UB Guest House, Selasa (11/2/2025) (Anggara Sudiongko/MalangTimes)

JATIMTIMES - Revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Kejaksaan dan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang tengah ramai diperbincangkan, dinilai perlu ditunda pengesahannya. 

Pendapat ini disampaikan oleh Prof Drs Andy Fefta Wijaya MDH PhD, ahli kebijakan publik Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Brawijaya, dalam sebuah diskusi bertajuk Menyeimbangkan Kewenangan Penegakan Hukum Dalam RUU KUHAP dan RUU Kejaksaan di UB Guest House, Selasa (11/2/2025).

Baca Juga : Film A Business Proposal Indonesia Hanya Sisa di 52 Bioskop, Segera Turun Layar? 

Menurut Prof Andy, ada kekhawatiran besar jika RUU ini disahkan terlalu cepat. Ia menekankan, "Sementara ditahan dulu (tak terburu disahkan). Menurut saya, perlu diperbaiki. Klunya kan jelas, jangan sampai menjadikan satu lembaga menjadi superbody. Bisa berbahaya sekali."

Kekhawatiran ini mengacu pada potensi tumpang tindih kewenangan yang akan muncul jika beberapa pasal dalam RUU KUHAP disahkan.

RUU KUHAP, khususnya Pasal 111 ayat 2, Pasal 12 ayat 11, dan Pasal 6 hingga Pasal 30 b, dapat menciptakan tumpang tindih kewenangan antara kejaksaan dan kepolisian. Hal ini berpotensi mengaburkan batas kewenangan antara jaksa dan polisi dalam proses penyelidikan dan penyidikan. 

"Polisi dan jaksa sama-sama akan memiliki kewenangan untuk menyelidiki. Padahal, sistem peradilan pidana terpadu menghendaki adanya pengawasan yang dilakukan secara vertikal dan horizontal," jelasnya.

Prof Andy menambahkan bahwa ketidakjelasan kewenangan ini dapat menimbulkan dualisme prosedur penyelidikan yang dapat mengganggu penegakan hukum yang lebih efektif. Lebih jauh lagi, Prof. Andy mempertanyakan kesiapan sumber daya manusia (SDM) di kejaksaan yang mungkin tidak cukup untuk menangani jumlah perkara yang semakin banyak jika RUU ini disahkan.

Sebagai solusi, Prof Andy menawarkan penguatan pengawasan penyidikan di kedua institusi, baik kejaksaan maupun kepolisian, alih-alih menggabungkan kewenangan penyidikan. Menurut dia, fungsi pengawasan penyidikan seharusnya tidak menghentikan proses penyidikan, namun memberikan masukan atau evaluasi kepada penyidik.

 "Fungsi pengawasan penyidikan tidak memberhentikan proses penyidikan. Namun, mengusulkan kepada pemberi tugas penyidikan untuk melakukan evaluasi," ungkapnya.

Ia juga menyarankan agar kewenangan dalam proses hukum tetap seperti yang berlaku saat ini. Yakni polisi bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan, sementara jaksa berfokus pada penuntutan. Dengan pembagian tugas yang jelas ini, alur penegakan hukum akan lebih terstruktur dan efektif.

Melalui diskusi ini, Prof Andy berharap agar para akademisi dan praktisi hukum dapat memberikan masukan yang konstruktif untuk menyempurnakan RUU ini. Ia mengingatkan bahwa tujuan utama adalah untuk mencapai kesepakatan mengenai siapa yang sebenarnya lebih berwenang dalam penyidikan agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan yang justru memperburuk sistem hukum Indonesia. 

Baca Juga : Usai Kritik Anak SD yang Keluhkan Menu Makan Gratis, Deddy Corbuzer Dilantik Jadi Stafsus Menhan

"Diskusi ini bertujuan untuk menampung masukan-masukan dari akademisi dan praktisi hukum agar bisa diketahui siapa yang lebih berwenang dalam penyidikan," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, ahli hukum administrasi negara Prof Dr Sudarsono SH MS juga menyarankan agar pengesahan RUU KUHAP dan RUU Kejaksaan yang rencananya akan dibahas oleh DPR RI pada 2025 ininlebih baik ditunda. 

"Pengesahan alangkah lebih baik ditunda. Mestinya harus dipikirkan terlebih dahulu. Karena di satu sisi harus dilakukan pembahasan secara detail agar tidak ada tumpang tindih dan mengukur proporsional dalam penanganan hukum bagi aparat penegak hukum (APH)," tegasnya.

Dengan adanya pandangan dari para ahli hukum ini, diharapkan RUU tersebut dapat diperbaiki sebelum akhirnya disahkan guna menghindari kebingungan yang dapat merugikan sistem hukum Indonesia.

Diskusi ini, yang dihadiri oleh para akademisi, praktisi hukum, dan pengamat kebijakan, menjadi salah satu langkah penting untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil dalam dunia hukum dapat memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat tanpa menimbulkan kerugian atau ketidakpastian hukum.

 


Topik

Hukum dan Kriminalitas RUU KUHAP RUU Kejaksaan UB Universitas Brawijaya



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Anggara Sudiongko

Editor

Yunan Helmy