JATIMTIMES - Keterlibatan pejabat publik dalam kasus-kasus kekerasan turut menjadi sorotan dalam kegiatan Diseminasi Konvensi Anti-Penyiksaan di Hotel Morazen, Surabaya. Acara yang digelar oleh Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia (Ditjen HAM) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) itu berlangsung dua hari, Kamis hingga Jumat, 21-22 November 2024.
Kepala Bidang HAM Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Timur (Jatim) Fitriadi Agung Prabowo menjelaskan, isu penyiksaan menjadi fokus utama tahun ini mengingat tingginya kasus yang belum terselesaikan. Berdasarkan data Amnesty International dan Kontras, kasus-kasus ini kerap melibatkan pejabat publik.
Baca Juga : Bentrok Perguruan Pencak Silat Tulungagung, Tiga Korban Dianiaya di Halte Ngujang
"Kita tidak bisa menutup mata terhadap fakta ini. Kewajiban negara adalah menghormati, memenuhi, dan melindungi HAM, dan itu harus kita wujudkan secara nyata," tegasnya.
Karena itu, Fitriadi menegaskan pentingnya diseminasi ini dalam upaya memperkuat komitmen terhadap hak asasi manusia, khususnya dalam menentang segala bentuk penyiksaan. Kegiatan ini diikuti oleh perwakilan Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Timur beserta Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan dan Keimigrasian.
"Kegiatan ini adalah wujud nyata komitmen kita dalam memajukan dan melindungi hak asasi manusia. Penyiksaan adalah pelanggaran berat yang harus kita hentikan bersama," ujarnya.
"Indonesia, sebagai negara yang telah meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998, harus memastikan bahwa implementasinya berjalan maksimal," sambung Fitriadi.
Acara ini menghadirkan narasumber dari Direktorat Diseminasi dan Penguatan HAM Ditjen HAM yang memaparkan berbagai capaian kinerja. Di antaranya adalah penyusunan buku pedoman empat tema, pedoman bisnis dan HAM untuk pelaku usaha besar serta UMKM, hingga diseminasi Prisma yang bertujuan menilai risiko bisnis terhadap HAM.
Selain itu, turut dibahas pedoman pencegahan perundungan di sekolah dan pembentukan komunitas Pecinta Hak Asasi Manusia di empat provinsi.
Baca Juga : Komitmen Wujudkan Lingkungan Belajar Nyaman dan Lulusan Berkualitas, Ini Langkah STIE Malangkucecwara
Selama dua hari, peserta tidak hanya mendengarkan paparan, tetapi juga terlibat aktif dalam diskusi kelompok dan berbagi pengalaman. Studi kasus yang diangkat dalam sesi ini memperkuat pemahaman peserta mengenai dampak buruk penyiksaan.
Kegiatan ditutup dengan deklarasi komitmen bersama untuk memahami dan menyadari bahwa penyiksaan adalah pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia yang tidak bisa ditoleransi.
"Melalui diseminasi ini, kita berharap semua pihak dapat menjadi agen perubahan dalam menolak segala bentuk penyiksaan," pungkas Fitriadi.