JATIMTIMES - Mantan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK), melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan pendidikan yang diusung oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim.
Dalam sebuah diskusi tentang pendidikan yang disiarkan di kanal YouTube TV Parlemen. JK memberikan sejumlah pandangan kritis terkait implementasi Kurikulum Merdeka serta perbandingan yang digunakan oleh Nadiem dalam menyusun kebijakan tersebut.
Baca Juga : Cara Meruwat Rumah dari Energi Negatif Ala Tim Kisah Tanah Jawa
Salah satu poin utama dalam kritik JK adalah perbandingan yang menurutnya tidak relevan antara pendidikan di Indonesia dengan negara-negara seperti Finlandia dan Singapura. Menurut JK, meskipun kedua negara tersebut sering dianggap memiliki sistem pendidikan yang sukses, situasi di Indonesia sangat berbeda dan tidak bisa disamakan dengan negara-negara kecil tersebut.
"Kalau bicara pendidikan jangan contoh di Finlandia, jangan contoh Singapura. Penduduknya hanya 5 juta, income per kapita mereka 70.000," tegas JK, dilansir YouTube Parlemen TV, dilihat Senin (9/9/2024).
JK menekankan bahwa Indonesia dengan penduduk yang mencapai 280 juta orang dan pendapatan per kapita yang jauh lebih rendah, yaitu sekitar Rp4.500, tidak bisa disamakan dengan Finlandia atau Singapura dalam hal pendidikan. Ia mengingatkan bahwa negara-negara seperti Finlandia dan Singapura memiliki sumber daya yang jauh lebih baik untuk mendukung pendidikan mereka, termasuk fasilitas laboratorium dan alat olahraga yang lengkap.
"Jadi kalau mau bicara pendidikan di sana, mereka bisa merdeka, karena mau bicara kimia dan fisika, ada lab-nya, mau olahraga ada alat olahraganya, mau apa saja ada semuanya," jelas JK.
Dalam diskusi tersebut, JK juga menyarankan agar Indonesia lebih fokus belajar dari negara-negara yang memiliki karakteristik lebih mirip. Seperti India, Cina, atau Korea Selatan, ketimbang meniru negara-negara maju dengan kondisi ekonomi yang jauh berbeda.
Menurut JK, India adalah contoh yang baik karena banyak tokoh dari negara tersebut yang berhasil menjadi CEO di perusahaan besar dunia seperti Microsoft dan Twitter.
"Tapi kita harusnya belajar dari India, belajar dari Cina, dari Korea. Kenapa India? Hampir semua perusahaan besar di Amerika CEO-nya dari orang India," tambahnya.
Baca Juga : Diskusi Santai sambil Ngopi, Mas Ibin dan Mbak Elim Gaet Milenial untuk Bangun Kota Blitar
JK juga mempertanyakan penerapan konsep "Kurikulum Merdeka" yang saat ini diterapkan oleh Kementerian Pendidikan. Ia meragukan efektivitas kebijakan ini, terutama dalam konteks pendidikan Indonesia yang memiliki tantangan besar dalam hal sumber daya dan jumlah siswa yang sangat besar.
"Semua kampus merdeka, padahal belum merdeka. Apa merdeka? Tidak merdeka saja tidak belajar, apalagi merdeka," kritik JK.
Menurut JK, konsep ini mungkin bisa diterapkan di sekolah-sekolah yang memiliki fasilitas lengkap, seperti Sekolah Cikal, namun tidak realistis jika diterapkan secara luas di seluruh Indonesia. "Bagaimana Anda akan memerdekakan 70 ribu siswa? Nggak mungkin itu," ujarnya, merujuk pada tantangan besar dalam menerapkan kebijakan ini di skala nasional.
JK menegaskan bahwa pendidikan Indonesia perlu dikaji lebih dalam dengan mempertimbangkan kondisi riil yang ada di lapangan. Ia mengingatkan agar kebijakan pendidikan tidak sekadar meniru konsep dari luar negeri tanpa memperhitungkan tantangan yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia.
"Jangan tiru satu sekolah di sini, lalu tiba-tiba seluruh Indonesia dimerdekakan kurikulumnya," pungkas JK.