Menteri Agama Dorong Terwujudnya Generasi Unggul melalui Kurikulum Cinta
Reporter
Anggara Sudiongko
Editor
Sri Kurnia Mahiruni
11 - Feb - 2025, 01:35
JATIMTIMES - Menteri Agama Republik Indonesia, Nasaruddin Umar, menegaskan pentingnya menanamkan rasa cinta dalam pendidikan agama guna menciptakan generasi yang unggul dan menghargai keberagaman.
Hal ini disampaikannya saat berkunjung ke Kampus 3 Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang, Senin malam (10/2/2025). Melalui konsep "Kurikulum Cinta", Menag mengajak seluruh pihak untuk mengedepankan nilai kasih sayang, empati, dan penghormatan terhadap perbedaan sebagai dasar dalam membangun kerukunan umat beragama, baik di dalam lingkungan internal agama maupun antar umat beragama.
Baca Juga : 3 Doa Nabi Daud: Luluhkan Hati Keras hingga Buka Perasaan
Kurikulum Cinta, menurut Nasaruddin, adalah seperangkat prinsip hidup bersama dalam keberagaman yang bertujuan untuk menciptakan kerukunan umat beragama. Cinta, dalam pandangannya, bukan hanya sekadar perasaan, tetapi juga merupakan inti dari setiap tindakan kebaikan. Menag menegaskan bahwa setiap guru agama memiliki tanggung jawab besar untuk mengajarkan nilai-nilai agama dengan penuh cinta, bukan kebencian terhadap agama lain.
“Setiap guru agama harus mengajarkan agama dengan penuh cinta. Jangan mengajarkan kebencian kepada agama lain,” ujarnya dengan tegas.
Lebih lanjut, Nasaruddin mengingatkan bahwa jika anak-anak kita diajarkan untuk membenci, terutama terhadap agama lain, akan sangat berbahaya bagi masa depan bangsa. Oleh karena itu, dia mengajak para pendidik dan orang tua untuk mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan yang lebih mendalam, meskipun perbedaan agama tetap ada.
“Walaupun beda agama, kita tetap sebagai bangsa Indonesia dan sebagai sesama manusia,” katanya.
Kurikulum Cinta ini juga memiliki tujuan untuk mengajarkan generasi penerus bangsa agar dapat menghargai keberagaman. Hal ini mencakup penerapan prinsip-prinsip toleransi dan moderasi yang tidak hanya berlaku di lembaga pendidikan formal, tetapi juga di lingkungan sosial, keluarga, dan kehidupan di pondok pesantren.
Menurut Nasaruddin, pendidikan agama yang selama ini diberikan sudah seharusnya tidak terbatas pada ritual-formalisme semata, melainkan juga harus menekankan nilai-nilai kasih sayang dan penghormatan terhadap perbedaan.
Baca Juga : Baca Selengkapnya