JATIMTIMES--Setiap tahun, di kota kecil namun bersejarah ini, Blitar, perayaan Cap Go Meh menjadi lebih dari sekadar pesta rakyat. Ini adalah ritual hidup, tempat di mana tradisi bertemu dengan harapan dan keberuntungan. Pada Rabu, 12 Februari 2025, kirab barongsai dan naga liong menggelar perayaan penuh warna di rute sepanjang delapan kilometer yang mengelilingi kota.
Dihadiri oleh ribuan warga, kirab ini bukan hanya menjadi hiburan, tetapi juga sebuah perayaan simbolis yang mengusir energi negatif dan membawa berkah untuk tahun yang baru.
Baca Juga : Pj Wali Kota Kediri: Musrenbang Wadah Berjenjang untuk Tampung Aspirasi Masyarakat
Cap Go Meh, yang jatuh pada hari ke-15 setelah perayaan Imlek, selalu menjadi puncak acara dalam perayaan Tahun Baru Imlek. Sebagai simbol pelestarian budaya, kirab yang melibatkan sekitar 60 peserta ini menyuguhkan berbagai atraksi memukau, yang dipimpin oleh tujuh barongsai yang lincah dan sebuah naga liong yang legendaris.
Dalam tradisi Tionghoa, barongsai dan naga liong bukan hanya sekadar pertunjukan, tetapi merupakan bagian dari ritual sakral yang dipercaya mampu mendatangkan keberuntungan dan mengusir energi buruk.
Daniel, koordinator barongsai yang turut serta dalam kirab tersebut, berbagi harapannya. Ia menyatakan bahwa perayaan Imlek di Blitar tahun depan diharapkan dapat lebih meriah, dengan harapan Kelenteng Poo Ang Kiong akan kembali menjadi pusat kegiatan.
“Semoga tahun depan, Kelenteng Poo Ang Kiong sudah bisa digunakan, sehingga perayaan Imlek bisa semakin meriah,” ujar Daniel, yang juga berharap agar tempat ibadah yang menjadi pusat aktivitas Tionghoa tersebut dapat semakin memperkaya jalannya tradisi.
Antusiasme warga sepanjang rute kirab menunjukkan betapa pentingnya perayaan ini dalam keseharian mereka. Di balik tawa dan sorak sorai, ada rasa kebersamaan yang kental terasa di seluruh kota. Masyarakat tidak hanya datang untuk menonton, tetapi juga untuk merayakan—mengabadikan setiap momen dengan kamera ponsel mereka, memastikan kenangan akan hidup di luar acara tersebut.
Barongsai dan naga liong memasuki toko-toko Tionghoa, di mana pemilik toko memberikan angpao kepada para pemain barongsai, sebuah tradisi yang dipercaya membawa keberuntungan dan menyucikan energi toko dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Baca Juga : Tertunda 11 Tahun, Penasihat Khusus Presiden Dikukuhkan Jadi Guru Besar UM
Secara keseluruhan, Cap Go Meh di Blitar bukan hanya ajang hiburan tetapi juga simbol kekuatan kebudayaan. “Tradisi ini lebih dari sekadar merayakan Imlek, ini adalah cara untuk menjaga nilai-nilai budaya kita tetap hidup dan terus berkembang. Barongsai dan naga liong membawa makna yang sangat dalam, tak hanya untuk kami yang merayakan, tapi juga untuk kota ini,” ujar Hendra, seorang warga keturunan Tionghoa yang turut meramaikan perayaan tersebut.
Semangat kebersamaan yang tercipta sepanjang kirab Cap Go Meh juga menunjukkan betapa kuatnya hubungan antarwarga, terlepas dari latar belakang etnis dan agama yang berbeda. Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang plural, Blitar menunjukkan bagaimana keragaman budaya justru menjadi kekuatan yang memperkaya kehidupan kota. Dalam setiap langkah para pemain barongsai dan naga liong yang anggun, tercermin pula semangat keberagaman yang dijaga dan dipelihara.
Dengan harapan yang mengalir dari setiap doa dan tarian, kirab Cap Go Meh di Blitar menjadi bukti nyata bahwa tradisi bisa menjadi wadah yang mempertemukan beragam elemen dalam masyarakat. Melalui perayaan ini, masyarakat Blitar tidak hanya merayakan tahun baru, tetapi juga memperteguh ikatan sosial, melestarikan budaya, dan merayakan keberagaman yang memperkaya negeri ini.