JATIMTIMES - Terbitnya aturan baru dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang memperbolehkan guru aparatur sipil negara (ASN), baik PNS maupun PPPK, untuk mengajar di sekolah swasta memicu berbagai respons dari kalangan pendidikan. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kota Malang Suwarjana menyampaikan pandangannya mengenai kebijakan yang tercantum dalam Permendikdasmen Nomor 1 Tahun 2025 tersebut.
Menurut Suwarjana, meskipun aturan tersebut bertujuan untuk meratakan distribusi guru di berbagai wilayah, ia menilai bahwa kebijakan ini berpotensi menambah tantangan dalam pemenuhan kebutuhan guru di sekolah negeri.
Baca Juga : 1.105 Sekolah Rusak di Kabupaten Malang, Dispendik Usulkan Bantuan ke Kemendikdasmen RI
"Di negeri saja kita sudah kekurangan guru," ungkapnya belum lama ini saat ditemui di Kantor Dikbud Kota Malang.
Lebih lanjut, hal ini tidak lepas dari rendahnya rasio guru terhadap jumlah siswa di sekolah-sekolah negeri, yang saat ini tengah menghadapi kekurangan tenaga pendidik. Suwarjana menjelaskan bahwa setiap bulan, sekitar 20 hingga 25 guru di Kota Malang memasuki masa pensiun.
Sayangnya, kebijakan pemerintah yang melarang pengangkatan guru honorer atau guru tidak tetap (GTT) membuat penggantian tenaga pengajar di sekolah negeri semakin sulit. "Meskipun ada pengangkatan PPPK, data yang digunakan adalah data yang sudah tertunda. Cut off datanya jauh sebelum 2024 atau 2025. Jadi meskipun ada tambahan guru PPPK, kebutuhan di sekolah negeri tetap tinggi," terang Suwarjana.
Dengan tingginya tingkat pensiun dan terbatasnya jumlah pengangkatan guru baru, kebijakan redistribusi guru ASN ke sekolah swasta perlu ada pembahasan lebih lanjut melihat keadaan di sekolah negeri yang sudah kekurangan tenaga pendidik.
Untuk diketahui, Permendikdasmen Nomor 1 Tahun 2025 tentang Redistribusi Guru ASN, yang mulai berlaku pada tahun 2025, memberikan kebijakan baru mengenai pemindahan atau redistribusi guru ASN ke sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat, termasuk sekolah swasta. Dalam aturan ini, guru ASN yang memenuhi kriteria tertentu dapat dialihkan tugasnya ke sekolah swasta untuk membantu pemerataan jumlah guru di seluruh wilayah Indonesia.
Aturan ini, menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Abdul Mu'ti dimaksudkan untuk mengatasi kekurangan tenaga pengajar di daerah-daerah yang belum terjangkau oleh guru yang cukup.
Aturan ini menetapkan beberapa kriteria bagi guru ASN, baik PNS maupun PPPK, yang bisa diredistribusi. Untuk PNS, guru harus memenuhi syarat antara lain memiliki kualifikasi akademik minimal S1 atau D4, dengan pangkat minimal penata muda tingkat I, golongan ruang III/b. Sementara, untuk PPPK, kualifikasi yang dibutuhkan adalah gelar S1 atau D4 dan memiliki penilaian kinerja yang baik selama dua tahun terakhir.
Baca Juga : Waspada Longsor di Jalur Bromo via Ngadas, Akses Jalan Tertutup
Selain itu, kedua jenis guru tersebut harus sehat jasmani dan rohani, bebas dari narkotika dan psikotropika, serta tidak memiliki catatan disiplin yang buruk.
Kebijakan ini memungkinkan redistribusi dilakukan selama empat tahun dan dapat diperpanjang satu kali, dengan pertimbangan jika kebutuhan guru di daerah tersebut belum terpenuhi.
Meski begitu, kebijakan ini tetap memunculkan perdebatan di kalangan pihak yang merasa bahwa guru ASN seharusnya lebih diprioritaskan untuk mengisi kekosongan di sekolah negeri.
"Kalau kami di Malang sendiri sangat membutuhkan tambahan guru di sekolah negeri. Kalau guru ASN bisa ke swasta dan diminta, siapa yang mau diberikan?" ujar Suwarjana, menekankan pentingnya mempertimbangkan kondisi lokal sebelum melakukan redistribusi guru ke sekolah swasta.
Dengan terbitnya permendikdasmen ini, tantangan terbesar adalah bagaimana cara menyeimbangkan kebutuhan antara sekolah negeri yang kekurangan tenaga pengajar dan sekolah swasta yang membutuhkan tambahan guru. Pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia memerlukan kerjasama yang erat antara pemerintah daerah dan pusat, serta komitmen bersama untuk menciptakan pendidikan yang adil dan merata.