JATIMTIMES - Indonesia terkenal dengan kekayaan alamnya yang berlimpah ruah. Kekayaan itu termasuk sumber mata air yang bebas diakses oleh siapapun.
Namun baru-baru ini beredar informasi jika nantinya pemerintah akan melarang masyarakat menggunakan air tanah. Tak hanya itu saja, pemerintah juga akan merencanakan penarikan tarif air.
Baca Juga : Tak Mau Tanah Makam dan Lapangan Desa Dikuasai Pihak Lain, Ratusan Warga Sumberejo Unjuk Rasa
Informasi tersebut pertama kali dibagikan oleh akun X @DS_yantie. Dalam postingannya, akun tersebut membagikan sebuah foto anak kecil tengah mandi dengan seorang wanita sedang memompa air.
Lalu pada keterangan foto tersebut dijelaskan jika pemerintah berencana pasang tarif air serta pelarangan penggunaan air tanah. "Siap siap, pemerintah mau pasang tarif pengunaan air!" cuit akun itu seperti dikutip, Minggu (2/6).
"Targetnya, pelarangan pengambilan air tanah akan mulai diterapkan lebih dahulu di Jakarta sebagai kota padat penduduk pada tahun 2030 mendatang," sambung akun itu.
Cuitan itu pun diserbu netizen. Tak sedikit dari mereka yang keberatan dengan adanya wacana tersebut.
"Ini udah keterlaluan sih .. PARAH.. air lo ini mau di proyek juga .. semua harus pake PDAM.. ngebor sendiri ga boleh kalo ketahuan kena denda..kan bangke," Komen @undea***.
"Indonesia tanah airku ceunah, tapi tanah aku gak punya, air juga harus bayar." Ujar @kzo***.
"Trus masyarakat bolehnya pake air mata," Celetuk @mood****.
Lantas benarkah pemerintah akan menerapkan tarif air di masyarakat?
Sebelumnya pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebenarnya sepekan lalu sudah membantah informasi akan ada tarif air untuk masyrakat.
Menurut Juru Bicara Kementerian PUPR Endra S Atmawidjaja mengatakan air tidak dikenakan tarif karena diatur dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
Endra mengatakan bahwa pemerintah menyediakan infrastruktur ke rumah namun untuk pengenaan tarif itu tidak ditetapkan.
Ditegaskn Endra bahwa pemerintah bukan menerapkan tarif air melainkan tarif perpipaan dari sumber air menuju rumah masyarakat.
Baca Juga : Kecelakaan Maut di Blitar, Tiga Orang dalam Satu Keluarga Tewas
"Harga tarif di situ, tapi airnya sendiri enggak ada," tegasnya.
Sementara itu, Pemprov DKI Jakarta berhasil menurunkan penggunaan air tanah yang kondisinya saat ini sudah darurat (emergency) pada gedung-gedung dengan ketinggian di atas delapan lantai.
"Sejauh ini rata-rata air tanah kalau lihat catatan meter kita sudah hampir zero. Mereka kadang-kadang masih memakai, seharusnya kami tutup saja melihat kondisinya sudah emergency," kata Ketua Subkelompok Perencanaan Bidang Geologi, Konservasi Air Baku dan Penyediaan Air Bersih Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Elisabeth Tarigan di Jakarta, Rabu.
Larangan penggunaan air tanah itu berlaku mulai 1 Agustus 2023 yang tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Sasaran, Pengendalian. Pengambilan, serta Pemanfaatan Air Tanah.
Namun, Elisabeth menyebut masih ada sejumlah bangunan di Jakarta yang memakai air tanah Pemprov DKI Jakarta terus mengevaluasi dan menyosialisasikan larangan penggunaan air tanah di gedung tinggi.
Elisabeth memaparkan saat ini total 496 bangunan telah memenuhi kriteria karena sudah menggunakan air perpipaan. Rinciannya ialah 156 bangunan di Jakarta Selatan, 134 bangunan di Jakarta Utara, 166 bangunan di Jakarta Pusat, dan 40 bangunan di Jakarta Timur.
Lalu dari 496 bangunan, sebanyak 396 bangunan telah menggunakan air perpipaan, sementara 5 bangunan masih menyedot air tanah dan 70 bangunan menggunakan air perpipaan dan air tanah secara bersamaan.
Sementara sisanya masih ada yang menggunakan truk tangki serta belum memberikan perkembangannya sampai saat ini.
Secara keseluruhan, Elisabeth menilai animo pemilik gedung terhadap larangan tersebut cukup baik. Selain itu, Dinas Sumber Daya Air DKI juga menemui sejumlah kendala saat hendak menindak pelanggar.
"Ada satu kendala dalam menerapkan peraturan gubernur tersebut, ketika perizinan menjadi wewenang pemerintah pusat maka otomatis pengendalian dan pengawasan ditarik pemerintah pusat itu jadi sedikit jadi hambatan di kita," jelas Elisabeth.