JATIMTIMES - Baru-baru ini, pariwisata Thailand tengah menjadi sorotan. Hal ini terjadi setelah salah satu rumah sakit (RS) di Negeri Gajah Putih itu dinilai rasis karena menolak turis asal Taiwan yang kecelakaan hingga meninggal dunia.
Apalagi alasan penolakan rumah sakit diduga karena RS khawatir dengan tagihan biaya pasien yang besar.
Baca Juga : Kecelakaan Karambol di Bululawang: Libatkan 6 Kendaraan, Truk Baru Terhenti usai Tabrak Bengkel
Melansir Metro UK, turis asal Taiwan bernama Andy Chen (41) mengalami tabrak lari saat tengah berjalan di Bangkok, Thailand, pada 8 Desember.
Andy Chen diketahui terpisah dari rombongan 18 turis lainnya saat sebelum kejadian. Rombongan juga telah melaporkan orang hilang saat kejadian kecelakaan tabrak lari malam itu.
Seorang pengemudi yang tidak disebutkan namanya, berusia 51 tahun, juga telah menyerahkan diri kepada polisi. Pengemudi tabrak lari tersebut didakwa telah mengemudi di bawah pengaruh alkohol.
Awalnya Andy ditolong oleh paramedis sukarelawan dan kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Vibraham terdekat. Namun perawat yang bertugas di RS berteriak kepada paramedis karena membawa turis ke rumah sakit tersebut.
“Kami sudah bilang kepada Anda bahwa kami tidak menerima pasien. Jadi, mengapa Anda membawanya ke sini? Dia orang asing, tidak punya saudara, kami tidak tahu bagaimana cara meminta penggantian biaya pengobatannya. Mengapa Anda tidak membawanya ke rumah sakit umum terdekat?” demikian perkataan perawat tersebut dalam sebuah video.
"Sekarang ada di area rumah sakit Anda. Jika Anda tidak menerimanya, Anda menunggu sampai Kementerian Kesehatan menangani Anda," sahut paramedis.
"Jadi, Anda tidak menerima pasiennya, bukan? Ini adalah pasien yang sedang diberikan CPR. Rumah sakit tidak menerima pasien," tambah paramedis kedua.
Lantas paramedis pun membawa Andy ke rumah sakit pemerintah yang berjarak 10 km. Namun Andy meninggal karena terjebak kemacetan.
Baca Juga : 500 Orang Jadi Korban Kecelakaan Kereta Bawah Tanah di China Akibat Badai Salju
Saat ini, Rumah Sakit Vibraham sedang diselidiki pihak berwenang karena kejadian. Dr Sura Wisetsak, direktur jenderal Departemen Dukungan Layanan Kesehatan Thailand, mengatakan pasien yang tidak sadarkan diri berhak mendapatkan perawatan. Dia memperingatkan para dokter dan perawat bisa dipenjara jika menolak pasien.
“Staf rumah sakit yang dinyatakan bersalah karena menolak memberikan perawatan darurat kepada pasien yang berada dalam bahaya dapat menghadapi hukuman penjara hingga dua tahun, denda hingga 40,000 baht (Rp 17,8 juta) atau keduanya," ungkap Dr Wisetsak.
Karena hal tersebut, sebuah pusat bantuan wisata telah didirikan untuk membantu keluarga Andy menuntut kejadian ini.
Cakupan Universal untuk Pasien Gawat Darurat menyatakan pasien gawat darurat dipastikan mendapatkan akses penuh terhadap perawatan medis darurat yang penting dan aman di rumah sakit pemerintah dan swasta tanpa dikenakan persyaratan atau biaya layanan apa pun kepada pasien dalam 72 jam pertama sejak pasien pertama kali masuk atau sampai kondisinya layak untuk dipindahkan ke rumah sakit terdaftar.
"Setelah perawatan mereka, rumah sakit dapat mengganti biaya layanan yang dinyatakan dalam biaya layanan yang diatur atau daftar biaya dari skema layanan kesehatan yang menjadi hak pasien," pungkas keterangan Cakupan Universal untuk Pasien Gawat Darurat.
Kejadian ini pun menjadi sorotan bagi media asing dan membuat pemerintah Thailand ketir-ketir. Pasalnya, sebelum kejadian ini, kedatangan turis di Thailand sudah menurun. Apalagi dengan adanya kasus ini, pemerintah semakin khawatir turis takut datang ke Thailand.