JATIMTIMES - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terus menguatkan ekosistem anti fraud atau anti kecurangan di dalam penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof dr Ali Ghufron Mukti MSc PhD AAK menyampaikan, bahwa BPJS Kesehatan terus bersinergi dan berkomitmen untuk melawan fraud atau kecurangan serta tindakan gratifikasi demi terwujudnya layanan kesehatan yang berkualitas bagi peserta Program JKN.
Baca Juga : Penguatan Entrepreneur University, Unisma Hadirkan Rektor Telkom Bandung University
Pasalnya, belanja kesehatan BPJS Kesehatan melalui penyelenggaraan Program JKN menjadi salah satu yang terbesar di Kementerian Kesehatan RI. Pada tahun 2022 jumlah biaya manfaat mencapai Rp 113,47 triliun dan diprediksi meningkat hingga Rp 150-an triliun.
Menurut Ghufron, BPJS Kesehatan sebagai organisasi dengan tanggung jawab yang besar dalam mengelola dana amanah peserta JKN, tentu terdapat potensi kecurangan yang dilakukan oleh berbagai pihak dan dapat menimbulkan kerugian terhadap dana yang dikelola.
"Untuk itu perlu upaya memperkuat kebijakan pencegahan dan penanganan kecurangan agar pelaksanaan Program JKN dapat berjalan dengan efektif dan efisien," ujar Ghufron.
Baca Juga : Jaringan Pengamatan Digital Gunung Kelud di Blitar Rusak Tersambar Petir, Ganti Pengamatan Manual
Sementara itu, Direktur Kepatuhan dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan Mundiharno mengungkapkan, salah satu upaya dalam memperkuat ekosistem anti kecurangan dalam penyelenggaraan Program JKN yakni dengan pemberian penghargaan anti kecurangan dan anti gratifikasi kepada unit kerja BPJS Kesehatan maupun institusi lainnya.
"BPJS Kesehatan menyadari bahwa sustainabilitas Program JKN harus dijaga bersama-sama dengan baik dan penuh integritas. Karena itu, semua pihak bukan hanya BPJS Kesehatan juga harus bersungguh sungguh dalam melakukan pencegahan dan pendeteksian kecurangan serta melakukan penanganan jika terjadi kecurangan pada Program JKN," jelas Mundiharno.
Dalam melakukan pencegahan, pendeteksian dan penanganan kasus-kasus kecurangan yang terjadi di penyelenggaraan Program JKN, BPJS Kesehatan telah membangun, mengembangkan serta mengimplementasikan sistem anti kecurangan.
Di antaranya membuat kebijakan anti kecurangan JKN sebagai panduan teknis bagi seluruh unit dan Duta BPJS Kesehatan dalam penanganan jika terjadi kasus kecurangan.
Kebijakan tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 16 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Kecurangan serta pengenaan sanksi administrasi terhadap kecurangan dalam pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan.
Selain itu, BPJS Kesehatan juga telah membentuk unit khusus dalam struktur organisasi BPJS Kesehatan ditingkat pusat, wilayah dan cabang bernama Tim Anti Kecurangan JKN yang berfungsi untuk mengembangkan dan mengoordinasikan langkah-langkah anti kecurangan pada Program JKN.
Jumlah Tim Anti Kecurangan JKN seluruhnya berjumlah 1.947 orang di seluruh Indonesia. Nantinya, Tim Anti Kecurangan JKN tersebut akan disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) BPJS Kesehatan di bawah naungan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
"Dalam pencegahan dan pendeteksian, kami telah mengembangkan dan mengimplementasikan sejumlah aplikasi untuk menganalisis big data yang dikelola BPJS Kesehatan," ujar Mundiharno.
Selain itu, BPJS Kesehatan juga menetapkan Key Performance Indicator (KPI) bagi unit dan Duta BPJS Kesehatan yang terkait dengan kegiatan anti kecurangan, melakukan monitoring dan pelaporan dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka anti kecurangan.
Selain itu, juga dilakukan pengembangan ekosistem anti kecurangan melalui koordinasi dengan Tim PK-JKN baik di provinsi maupun kabupaten/kota dan berbagai pihak lain dalam melakukan pencegahan dan penanganan kecurangan. Termasuk badan-badan penyelenggara jaminan sosial di berbagai negara.
Sebagai informasi, Tim PK-JKN ini terdiri dari berbagai unsur mulai dari Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Komisi Pemberantasan Koripsi (KPK) dan BPJS Kesehatan. Tim PK-JKN juga dibentuk di tingkat provinsi, kabupaten/kota.
Tugas dari Tim PK-JKN adalah menyosialisasikan regulasi dan budaya yang berorientasi pada kendali mutu dan kendali biaya; meningkatkan budaya pencegahan kecurangan (fraud); mendorong pelaksanaan tata kelola organisasi dan/atau tata kelola klinis yang baik; melakukan upaya deteksi dan penyelesaian kecurangan (fraud); monitoring dan evaluasi; dan pelaporan.
Selanjutnya, BPJS Kesehatan juga telah menerapkan sistem untuk mengendalikan penerimaan gratifikasi melalui Program Pengendalian Gratifikasi. Hal ini bertujuan untuk memastikan penerapan tata kelola yang baik, bersih, serta bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme di lingkungan kerja BPJS Kesehatan.
Selain itu, semua Duta BPJS Kesehatan wajib taat pada kode etik BPJS Kesehatan untuk menghindarkan diri dari situasi yang berpotensi menjadi benturan kepentingan, pelanggaran hukum dan kode etik serta perbuatan tercela lainnya.
"Semoga dengan kegiatan ini kita dapat lebih meningkatkan sinergi dalam mencegah dan menangani kecurangan sebagaimana tema Hari Anti Korupsi Dunia tahun ini Sinergi Berantas Korupsi untuk Indonesia Maju," pungkas Mundiharno.