free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Peristiwa

Pakar Hukum Kritik Habis-habisan Putusan MK Hingga Sebut Ada Kecacatan Hukum

Penulis : Mutmainah J - Editor : Sri Kurnia Mahiruni

17 - Oct - 2023, 22:53

Placeholder
Para hakim konstitusi. (Foto dari internet)

JATIMTIMES - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan kepala daerah pernah atau sedang menduduki jabatan meskipun belum 40 tahun bisa mencalonkan diri sebagai presiden/wakil presiden mendapat kritik pedas dari pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra.

Dalam kritikannya, Yusril mengatakan ada penyelundupan hukum dalam putusan tersebut.

Baca Juga : Polres Malang Petakan 10 Titik Rawan Pemilu 2024

"Banyak orang yang terkecoh, termasuk saya, pada putusan MK yang pertama. Saya mengatakan pendapat MK akan terjadi Mahkamah Keluarga tidak terbukti, MK masih tetap menjadi lembaga yang menjaga konstitusi," ujar Yusril dalam diskusi OTW2024 'Menakar Pilpres Pasca Putusan MK', di AONE Hotel, Jakarta Pusat, Selasa (17/10/2023).

"Tapi sampai pada putusan keempat, kita semua tiba-tiba agak terenyak, sepertinya sebuah kejutan dan sebuah antiklimaks terhadap tiga putusan sebelumnya. Bagi saya, putusan terakhir ini problematik," sambungnya.

Yusrilpun menilai jika putusan hakim tersebut tidak mengalir begitu saja, melainkan didalamnya terdapat kecacatan hukum. Ia juga menyebut ada penyelundupan hukum di putusan tersebut.

"Boleh saya katakan putusan ini mengandung sebuah cacat hukum yang serius. Putusan ini bahkan mengandung sebuah penyelundupan hukum karena putusannya mengatakan mengabulkan sebagian," paparnya.

Ketum PBB ini juga mengatakan putusan tersebut bukanlah putusan bulat. Sebab, dalam putusan, ada 3 hakim menyetujui, 2 hakim concurring opinion, dan 4 dissenting opinion.

"Tapi kalau kita baca argumen yang dirumuskan dalam concurring, itu bukan concurring, itu dissenting, kenapa yang dissenting dibilang concurring? Itulah yang saya katakan penyelundupan. Yang concurring jadi dissenting sehingga putusannya jadi 5:4," jelas dia.

Namun, meski begitu Yusril mengatakan jika putusan MK tersebut tetap harus ditindaklanjuti termasuk oleh KPU. Yusril mengatakan PKPU tidak lantas rontok sendiri karena adanya putusan MK. Sebab, MK tak menguji PKPU.

Dia lantas mempertanyakan bagaimana KPU mengubah Peraturan KPU yang telah dibuatnya mengenai pendaftaran capres-cawapres di saat DPR masih dalam masa reses. Sedangkan KPU wajib berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah dalam membuat aturan.

"Dalam PKPU itu masih disebutkan syarat capres itu 40 tahun, itu mungkin anggota KPU, Pak Hasyim 'Kami akan segera ubah ya'. Anda harus segera ubah, karena apa? Ada putusan MK bilang begini, jadi harus ubah sebagai konsekuensi bukan karena ada diperintah MK untuk ubah," ungkap dia.

"UU mengatakan KPU mau bentuk peraturan, termasuk ubah peraturan, ya harus konsultasi dengan DPR. Kalau tidak konsultasi, perubahan itu cacat hukum, bisa dibatalkan MA, itu diuji formil tidak memenuhi syarat," sambungnya.

Namun, yang menjadi masalah, kata dia, saat ini DPR dalam masa reses, dan pendaftaran capres-cawapres akan dibuka pada 19 Oktober 2023. Hal itu pun, menurutnya, menjadi masalah yang cukup serius.

Baca Juga : Usai Dapat Jalan dari MK, Said Didu Sebut Gibran Bakal Dilamar Partai Kuning

"Sekarang kapan Pak Haysim mau datang ke DPR? DPR sedang reses, apakah dalam waktu tiga hari ini bisa? Bisa panggil anggota DPR supaya tidak reses? Bisa Pak Hasyim konsultasi, terus menuangkan PKPU sebelum tanggal 19 dibuka pendaftaran? Ini problem, saya ngomongin ini serius, sangat-sangat serius," tuturnya.

Sebelumnya, pendapat senada juga disampaikan oleh ahli hukum tata negara Universitas Andalas (Unand) Dr Khairul Fahmi menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai cacat. Oleh sebab itu, Khairul Fahmi meminta agar pembuat kebijakan berhati-hati dalam melaksanakan putusan tersebut.

"Putusan ini sebaiknya tidak langsung dilaksanakan, melainkan perlu ditindaklanjuti dengan mengubah UU Pemilu, khususnya Pasal 169 huruf q UU Pemilu," kata Dr Khairul Fahmi dalam webinar Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (AP HTN-HAN), Selasa (17/10/2023).

Khairul Fahmi melihat pertimbangan putusan cacat karena pendapat akhir suara 9 hakim tidak ada yang mayoritas. Yaitu 3 hakim konstitusi setuju wali kota bisa jadi capres/cawapres, 2 hakim konstitusi setuju gubernur bisa jadi capres/cawapres, dan 4 hakim konstitusi menolaknya.

"Saya menilai ini sudah cacat bawaan untuk pilpres kita. Kalau dilanjutkan sangat berbahaya, tidak kuat, secara hukum salah," ujar Khairul Fahmi.

Oleh sebab itu, ia meminta para pihak tidak buru-buru menerapkan putusan MK itu. KPU sebaiknya meminta konsultasi dulu dengan DPR agar merumuskan ulang Peraturan KPU untuk mengadopsi putusan MK tersebut.

"Untuk itu, bawa putusan itu ke DPR, dan masukan klausul dengan mempertemukan berbagai pendapat dari berbagai hakim di putusan itu," pinta Khairul Fahmi.

Diketahui, MK mengabulkan uji materi soal batas usia capres-cawapres yang diajukan Almas. MK menyatakan batas usia capres-cawapres tetap 40 tahun kecuali sudah berpengalaman sebagai kepala daerah.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).


Topik

Peristiwa MK mahkamah konstitusi capres cawapres anwar usman



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Mutmainah J

Editor

Sri Kurnia Mahiruni