free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Kesehatan

Hari Ini RUU Kesehatan Bakal Sah, Bagaimana Nasib Dokter? 

Penulis : Binti Nikmatur - Editor : Nurlayla Ratri

11 - Jul - 2023, 14:53

Placeholder
Penolakan RUU Kesehatan dari berbagai organisasi profesi. (Foto: Google)

JATIMTIMES - Polemik penolakan RUU Kesehatan yang digaungkan oleh organisasi kesehatan di Indonesia tampaknya tak berefek. Kabarnya, DPR RI akan mengagendakan pengesahan RUU Kesehatan melalui forum rapat paripurna pada hari ini, Selasa (11/7/2023). 

Beragam respon dari beberapa dokter pun ramai di Twitter. Salah satunya akun Twitter @drnewstwit yang menceritakan alasannya ingin menjadi dokter. 

Baca Juga : Lanal Malang Buka Posko Kesehatan, Personel Pencarian Korban Pantai Jembatan Panjang Mayoritas Sehat

"Ada apa dengan dokter di Indonesia? Kenapa keluarga saya beberapa kali berobat ke Malaysia? Apakah dokter di Indonesia tidak kompeten? Ini jadi pertanyaan saya sewaktu kecil dan mungkin salah satu alasan saya jadi dokter. Seiring berjalannya waktu, banyak hal yang saya temukan," cuit @drnewstwit, dikutip Selasa (11/7/2023). 

Sebagai keluarga sumatera, secara geografis dan kekeluargaan, sangat dekat dengan Malaysia, drnewstwit mengaku lebih sering berobat ke Malaysia. 

"Selain jarak yang dekat, tiket yang murah, berobat ke Malaysia juga menjadi ajang silaturahmi dengan keluarga/saudara yang tinggal di Malaysia," ujar dia. 

Apakah karena dokter Indonesia tidak kompeten sehingga memilih Malaysia? Pertanyaan itu mulai terjawab saat ia hendak masuk kuliah kedokteran. Di mana fakultas memberikan syarat batas nilai minimal ujian yang cukup tinggi. Jadi seharusnya sudah bisa menyaring siapa saja yang bisa menjadi dokter

Selain itu, untuk menjadi dokter, ia mengklaim ujian-ujian yang dilalui saat kuliah juga sangat berat. "Kebetulan saya masih merasakan kurikulum lama (belum KBK)," ujar dia. 

"Dari tahun 1 ke 2, sekitar 25% angkatan saya tertinggal (Dalam bahasa lain, ga naik kelas). Tahun 2 ke 3, sekitar 50% tertinggal. Saya dan 25% sisanya, dari tahun ke 3 sampai lulus ujian kompetensi dokter berjalan lancar," sambungnya. 

Menurut drnewstwit, selain ujian masuk ke fakultas kedokteran yang berat, lulus jadi dokter di Indonesia juga ternyata sangat berat. "Tadi saya bercerita tentang kampus saya, bagaimana kampus lain?" ujar dia. 

"Memang saya temui ada kampus kualitasnya tidak sebaik tempat saya, beruntung di Indonesia ada uji kompetensi," sambung dia. 

drnewstwit mengklaim jika ujian di perkuliahannya dulu sangat berat. Namun saat uji kompetensi saat itu bisa langsung lulus 100 persen. 

"Meski sekarang, masih terdengar berita ratusan ribu mahasiswa perguruan tinggi kesehatan di Indonesia ga lulus ujian kompetensi," kata dia. 

Meski pahit karena saking sulitnya uji kompetensi, tapi menurut drnewstwit ujian kompetensi itu wajib. Karena setelah lulus, tenaga kesehatan langsung bekerja terkait dengan nyawa manusia. 

Oleh karenanya, ia mengaku miris sekali saat lulusan dokter yang tidak lulus uji kompetensi, malah bikin organisasi buat mendukung #RUUKesehatanJahat agar MenKes hapus ujian kompetensi. 

"Sekarang kita tahu, untuk lulus jadi dokter / Tenaga Kesehatan di Indonesia, harus lulus ujian masuk yg berat, melewati kuliah yg berat & lulus uji kompetensi yg juga berat," kata dia. 

Bahkan drnewstwit mengaku sering bertemu banyak orang Malaysia yang kuliah kedokteran di berbagai universitas di Indonesia. Tentu saja pilihan kampus di Indonesia itu karena soal kompetensi.

"Kalau bukan perihal kompetensi, apa yang salah dunia kesehatan di Indonesia?" tanya besar dia. 

drnewstwit mengaku mulai bertemu masalah-masalah baru ketika sudah sampai di fasilitas kesehatan. Kala itu, ia datang ke Rumah Sakit Pemerintah Daerah dan melihat obat, alat pemeriksaan yang terbatas, dan pembayaran nakes yang juga tidak layak. 

"Seringkali saya temui, guru-guru kami, dokter spesialis di tempat saya belajar, belikan obat-obatan sendiri untuk pasiennya," tandas dia. 

"Bahkan ketika tenaga kesehatan lain belum mendapat haknya, beberapa kali mereka membantu dengan membagikan pendapatannya. Miris memang kenyataan yg terjadi," lanjut dia. 

Menurut drnewstwit, saat di puskesmas yang berada sangat dekat dengan ibukota, keterbatasan obat dan alat juga pernah terjadi. 

"Ini lebih miris lagi, saat saya ke sana, bahkan parasetamol saja habis, obat darah tinggi habis, tersisa hanya vitamin dan obat-obatan yg tidak esensial. Padahal pasien ramai sekali," ujar dia. 

Lantas jika obat tidak ada, peralatan pun tidak lengkap, bagaimana bisa pasien yang berobat ke Puskesmas dan Rumah Sakit Daerah tersebut jadi sembuh?

Apalagi jika di daerah jumlah fasilitas kesehatan sangat minim. Sehingga tidak ada opsi terdekat selain Puskesmas maupun Rumah Sakit Daerah. 

Kemudian, drnewstwit mengaku beruntung karena berkesempatan belajar di Puskesmas Ibu Kota. Saat itu belum ada BPJS Kesehatan jadi berobat ke Puskesmas bayar Rp2.000,- dengan obat, alat, dan semuanya sangat lengkap dan sangat mumpuni sekali. 

"Akhirnya saya menyadari ketimpangan sangat terjadi antar daerah. Pengalaman ini, mengubur keinginan saya untuk praktik di Puskesmas dan Rumah Sakit Daerah," tandas dia. 

"Pikir saya ketika itu, buat apa praktik, tapi obat dan alat tidak ada, bukan nya menyembuhkan, hanya jadi bemper pemerintah yg tidak peduli akan kesehatan & memberikan harapan palsu ke pasien," sambung dia. 

Baca Juga : Jenguk Korban Terdampak Longsor di RSUD Kanjuruhan Malang, Gubernur Khofifah Sebut Proses Recovery Berjalan Baik 

Akhirnya drnewstwit memutuskan untuk bekerja di fasilitas kesehatan swasta. Dan kebetulan BPJS Kesehatan sudah berlaku, dimana pendapatan fasilitas kesehatan dibatasi sesuai aturan Menteri Kesehatan. 

"Efeknya (bpjs kesehatan) obat & alat untuk melayani pasien terbatas, pembayaran tenaga kesehatan semakin berkurang terus," ujar dia. 

"Selain rugikan pasien karena tidak dapat obat yang seharusnya dia dapatkan untuk mengatasi penyakitnya. Pembatasan ini juga membatasi kemampuan dokter untuk berikan layanan terbaik & sesuai dengan keilmuan," sambung dia. 

Hal itu membuat drnewstwit mengaku kerap protes kepada petinggi fasilitas kesehatan tempatnya bekerja. 

Akhirnya, setelah kumpulkan modal, drnewstwit membuat fasilitas kesehatan (klinik) di sebuah desa. Bahkan sempat jadi satu-satunya fasilitas kesehatan swasta yang melayani peserta BPJS Kesehatan di kecamatan tersebut. Selain itu, sambil melanjutkan pendidikan di fakultas kesehatan masyarakat, sehingga semakin paham apa masalah kedokteran di Indonesia. 

"Ternyata memang mendirikan & menjalankan fasilitas kesehatan sesuai dengan idealisme itu sangat berat," kata dia. 

Beratnya menjalankan fasilitas kesehatan, salah satunya karena pendapatan dari BPJS Kesehatan sekitar Rp12.000 perbulan untuk per peserta. Sehingga fasilitas kesehatan sulit beri layanan terbaik. 

"Bersyukur klinik milik sendiri, rugi finansial demi pasien pun ditanggung sendiri," kata dia. 

Beruntungnya, kata drnewstwit, selama ini IDI selaku Organisasi Profesi (OP) banyak membantu disaat sulit. Terutama saat dihantam pandemi kemarin. Termasuk, Puskesmas & Dinas Kesehatan juga bantu masyarakat dengan adanya anggaran kesehatan

"Mungkin kesulitan membesar bila #RUUKesehatanJahat disahkan, sehingga membuat organisasi profesi & Mandatory Spending dihapus," ujar dia. 

"Sekarang saya merasakan & mengetahui, ternyata kebijakan pemerintah, dapat mempengaruhi seluruh sendi kehidupan masyarakat," tegas dia.

Lebih lanjut, drnewstwit menjelaskan jika untuk menjadi dokter atau tenaga kesehatan kompetensi-nya harus dijaga dengan berbagai ujian. Mulai dari masuk kuliah, saat kuliah, ujian kompetensi hingga urus STR setiap 5 tahun. 

"(Namun di sisi lain) Ternyata Komitmen Pemerintah sangat minim, dimana peralatan & obat2an banyak yg tidak ada, sehingga meski dokter / tenaga kesehatannya kompeten, namun tetap tidak bisa memberikan pelayanan yang dibutuhkan pasien," kata dia. 

"Mungkin semakin minim saat #RUUKesehatanJahat disahkan & MS dihapus," sambung dia. 

Serta banyak fakta lain yang baru diketahui drnewstwit saat dirinya menjadi dokter. 

"Ternyata Menteri Kesehatan mengatur yg didapatkan fasilitas kesehatan dari BPJS Kesehatan, serta obat-obat yg boleh diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan," ujarnya. 

"Ternyata aturan-aturan ini dapat mengurangi & membatasi hak pasien / peserta BPJS didalam mendapat obat yg dia butuhkan," sambungnya. 

Seiring berjalannya usia, pengalaman, dan pendidikan, drnewstwit menyadari ternyata untuk pelayanan kesehatan yang baik tidak hanya membutuhkan dokter yang kompeten. Tapi perlu juga sistem, sumber daya, peralatan, obat, dana & fasilitas yang mumpuni, dimana hal ini wajib dipenuhi pemerintah

"Saya tidak mengatakan bahwa semua dokter / Tenaga Kesehatan di Indonesia sudah pasti kompeten. Tapi dengan adanya Organisasi Profesi seperti IDI dan lainnya, perihal kompetensi ini selalu diusahakan terjaga," ujar dia. 

"Masalahnya ada di komitmen negara memenuhi kewajibannya untuk kesehatan," tandas dia. 

drnewstwit menyimpulkan masalah ada di pemerintahan yang tidak komitmen sediakan obat, alat, dana, sumber daya & sarana prasarana kesehatan yang layak bagi masyarakat. 

"Anggaran wajib & penjagaan kompetensi oleh organisasi profesi yang jadi nilai positif akan hilang karena #RUUKesehatanJahat," tandas drnewstwit. 


Topik

Kesehatan RUU Kesehatan sah RUUKesehatanJahat uji kompetensi



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Binti Nikmatur

Editor

Nurlayla Ratri