JATIMTIMES - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang terus berupaya menggempur peredaran rokok tanpa cukai atau rokok ilegal. Hal tersebut lantaran besaran pajak cukai asal Kabupaten Malang yang disetorkan ke pemerintah ternyata juga cukup tinggi.
Sebagian pajak cukai itu juga dikembalikan dalam bentuk dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) ke daerah.
Baca Juga : Merasa Diingkari, Pemenang Pembongkaran Pasar Kota Batu Tagih Utang ke Pemkot
Selain rokok, barang atau produk lain di Indonesia yang juga kena cukai juga masih ada. Antara lain tembakau iris, minuman mengandung etil alkohol (MMEA), liquid vape atau rokok elektrik.
Namun, Indonesia termasuk negara yang paling sedikit menerapkan cukai untuk produk. Padahal, negara lain sudah menerapkan cukai untuk banyak produk.
Hal itu disampaikan oleh penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Tipe Madya Malang Beny Setyawan saat menjadi pemateri sosialisasi 'Peningkatan Kesadaran Masyarakat terhadap Peredaran Rokok Ilegal dan Cukai Ilegal' yang digelar Satpol PP Kabupaten Malang bekerja sama dengan JatimTIMES, Senin (14 November 2022).
"Yang dibahas di UU 39 Tahun 2007, di dalamnya adalah barang apa saja yang dikenakan cukai. Pengenaan barang itu akan dilihat digodok di kemenkeu," ujar Beny.
Dari catatannya, di negara lain ada beberapa barang atau produk lain yang juga dikenakan cukai. Terutama yang termasuk ke dalam pajak pigovian atau pajak yang dikenakan terhadap setiap kegiatan ekonomi yang menghasilkan eksternalitas negatif (berupa biaya sosial yang tidak dihitung dalam harga pasar).
"Seperti aktivitas di diskotek dan prostitusi. Kendaraan bermotor dengan bahan bakarnya juga kena cukai. Masih ada yang lain. Di Thailand itu nyaris semua itu kena cukai," jelas Beny.
Sementara di Indonesia sendiri, lanjut Beny, sudah sempat ada wacana untuk menambah beberapa jenis barang yang mungkin bisa dikenakan cukai karena dampak peredaran dan penggunaannya secara masif. Salah satunya adalah plastik.
Baca Juga : DBHCHT Kabupaten Malang Jadi yang Terbesar di Malang Raya
"Ya selama itu (mungkin) masyarakat menilai terlalu berdampak, bisa kepada lingkungan, bisa saja kemudian dibahas oleh DPR sebagai representasi dari rakyat, lalu menggodoknya hingga diputuskan kena cukai," terang Beny.
Namun sebelum hal tersebut dibahas dalam sebuah forum, tentunya harus ada kajian mendalam sebelumnya. Namun kajiannya tidak melulu pada dampak yang mungkin ditimbulkan saja, melainkan juga memperhatikan kondisi keuangan negara.
"Dari kajian itu akan dibahas sesuai kapasitasnya. Kalau itu belum mencukupi dan keuangan negara sedang tidak membutuhkan tambahan (anggaran), mungkin sementara didrop (ditunda) dulu. Tapi kalau ternyata dari berbagai masukan dan kajian, DPR bisa mengesahkan perubahan UU barang yang kena cukai," jelasnya.
Dengan kondisi tersebut tentunya Indonesia dapat dibilang masih longgar untuk barang atau produk yang dikenakan cukai. Namun menurut Beny, hal tersebut memang tak dapat dipaksakan. Sebab, harus mempertimbangkan banyak hal, terutama harus melalui perubahan perundang-undangan yang mengatur barang kena cukai
"Jadi bisa dibilang, di Indonesia ini longgar untuk sementara ini. Sebab, memang harus melalui kajian terlebih dahulu. Dan tidak bisa dipaksakan," pungkas Beny.