JATIMTIMES - Pemimpin ideal NU ke depan harus mampu menyelamatkan ruang-ruang publik yang banyak direbut orang-orang di luar NU. Itulah yang disampaikan pengasuh Pondok Pesantren Ora Aji, Sleman, Yogyakarta, KH Miftah Maulana Habiburrahman atau yang lebih dikenal Gus Miftah.
Menurut Gus Miftah, banyak ruang publik aset NU dan sebenarnya milik NU maupun ahli sunnah wal nahdiyah yang direbut orang-orang minhum.
Baca Juga : Dua Kota Sekaligus! FIFGROUP FEST Beri Kejuatan Promo di Samarinda dan Balikpapan
"Saya kasih contoh, saat ini banyak masjid dan musala NU dikaih plakat oleh orang-orang minhum. Belum lagi di area publik seperti media sosial dan sebagainya," ungkap Gus Miftah usai memberikan materi dalam Webinar "Sosok Ideal Pemimpin NU Menjelang Satu Abad" yang digelar Unisma.
Ke depan, pemimpin NU harus mempunyai visi dan misi yang berkembang. Dakwah di media sosial diharapkan untuk juga menjadi kajian dalam muktamar NU yang akan segera dilakukan. "Agar bagaimana, untuk ruang ini (media sosial) untuk kita ambil (untuk berdakwah)," ujarnya.
Mengenai sosok nama calon pemimpin NU yang ideal, Gus Miftah masih belum bisa menyebutkan nama. Tetapi yang jelas, bagi Gus Mifrah, pemimpin NU adalah pemimpin yang "di" dan bukan "me".
"Artinya yang dicalonkan, bukan mencalonkan. Dan saya (misalnya) mencalonkan diri, berarti memang tidak layak di PBNU," ucapnya lalu tertawa kecil.
Ditambahkan, pemimpin NU merupakan blessing (anugerah) dari Tuhan. Siapa pun yang terpilih mempunyai kelebihan masing-masing. Mujadid yang muncul bukanlah orang yang harus baru, tetapi mereka yang membawa pemikiran dan ide yang baru.
Sebuah ekosistem kebersamaan di media sosial diharapkan juga akan dibangun di lingkungan NU untuk membesarkan para ulama. Sebab, hal ini menjadi salah satu ketertinggalan di lingkungan NU dan kelompok-kelompok di luar NU telah mengalakkan sedekah subscriber.
Artinya, mereka memang mempunyai semacam support system bagaimana membesarkan ustaz atau tokoh mereka. Dari situ, butuh kebersamaan inilah yang harus dibangun dan digalang di NU.
Baca Juga : Tim Juri Lomba Kampung Bersinar Nilai Warga Belum Pahami Cara Pelihara Lingkungan
"Saya kadang guyonnya gini, kelompok mereka di depan media berantem tapi di belakang akur. Sebaliknya di NU, di depan media akur, tapi dibbelakang berantem. Ini yang kemudian menjadi salah satu fokus kita," tandas Gus Miftah.
Selain itu, diungkapkan, banyak santri yang kemudian belum bisa mengakses media sosial. Hal ini tentunya perlu mendapatkan fokus dan langkah strategis dalam dalam upaya memenangkan dan mengambil kelompok-kelompok milenial yang masuk dalam kelompok-kelompok di luar NU.
"Kalau ada langkah-langkah komprehensif untuk rapat tersebut, bisa kita ambil. Nyatanya seperti ini, ustaz ada yang eksis di medsos, 10 besarnya itu yang dari NU cuma saya. Lainnya rata-rata non NU. Ini menjadi PR," pungkasnya.