TULUNGAGUNGTIMES - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Bintang Nusantara (Bintara) terus konsisten menyikapi penolakan NJOP di Tulungagung. Salah satu langkah yang dilakukan Bintara adalah menjalankan fungsi advokasi.
"Dalam permasalahan NJOP ini kami menyoroti penolakan oleh beberapa kepala desa, lalu melakukan kajian dan hasil kajian ini kami tuangkan dalam surat," kata Ketua Umum Bintara, Raden Ali Shodik, Kamis (08/04/2021).
Baca Juga : Tiga Bocah SD di Tulungagung Ngebut Benjut, Motor yang Digunakan Nyebur ke Kali
Penolakan oleh kepala desa atas kenaikan NJOP ini bagi Bintara sah-sah saja, tapi ada satu hal yang harus segera ditindak yakni pemboikotan.
"Artinya, tidak disampaikannya SPPT-PBB P2 kepada warga, ini yang perlu ditindak," ujarnya.
Secara prosedur, Bintara mengirim surat ke Polres Tulungagung yang isinya agar membentuk tim, apabila dikemudian hari ditemukan SPPT-PBB P2 yang ditahan atau tidak disampaikan baik oleh camat atau kades agar diproses hukum.
Dalam hal ini, Bintara memaparkan Peraturan Bupati Tulungagung, Nomor 73 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan di Kabupaten Tulungagung.
Diterangkan pada pasal 2 ayat dalam rangka pelaksanaan pemungutan PBP- 2 pada sistem tempat pembayaran (SISTEP ) ditunjuk perangkat pemungut PBBP- 2 terdiri dari:
1. Petugas Pemungut tingkat Desa dan Kelurahan terdiri dari Kepala Desa dan Lurah selaku penanggung jawab, koordinator dan petugas blok.
2. Petugas Pemungut tingkat Kecamatan terdiri dari Camat dan Kasi Pemerintahan.
3. Petugas Pemungut tingkat Kabupaten adalah Bapenda .
"Pemungut tingkat desa dan kelurahan ini diusulkan oleh kepala desa, selanjutnya ditetapkan dengan Surat Keputusan Bapenda," terangnya.
Mekanisme penyerahan SPPT dan DHKP dilaksanakan dari Bapenda ke desa dan kelurahan melalui kecamatan yang dituangkan dalam Berita Acara.
Baca Juga : Sempat Rusak dan Tak Digunakan, Jalur Pasirian Tempursaru Lumajang Kembali Dibangun
"Di pasal ini dijelaskan jika kepala desa dan lurah bertanggung jawab terhadap SPPT dan DHKP yang diterimanya," ungkapnya.
Jika kemudian terjadi boikot, Bintara mengingatkan dampak tidak baik untuk pembangunan kedepan.
"Bisa terkena pasal pidana, itu melanggar hukum," jelasnya.
Selain mengingatkan kepala desa dan camat, Bintara juga meminta kepada Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) untuk transparan terhadap anggaran yang dikelolanya.
Klarifikasi dilayangkan Bintara ke Bapenda antara lain tentang program tahun 2020 dan 2021 tentang biaya mulai penyampaian SPPT-PBB P2, Program Optimalisasi Penerimaan PAD, Program penetapan wajib pajak daerah dan Kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan pajak daerah dengan nilai milyaran.
"Kalau SPPT-PBB P2 semua diserahkan bagi warga yang mempunyai hak tentu akan kelihatan berapa presentase penolakan dari masyarakat tentu melalui BPD setempat. Jika alasannya membela rakyat ya pakai dong ketentuan aturanya jangan sampai malah merugikan diri sendiri," pungkasnya.