MALANGTIMES - Fenomena Hari Tanpa Bayangan atau kulminasi atau transit alias istiwa’ di awal tahun 2021, juga menyasar ke Kota Malang. Prediksinya, hal itu akan berlangsung hari ini (Minggu, 28/2/2021) sekitar pukul 11.42.
Akademisi dari Universitas Brawijaya (UB) Eka Maulana ST ME Meng yang juga Tim Astrofografi UB, mengungkapkan fenomena ini terjadi lantaran adanya pergerakan matahari. Hari Tanpa Bayangan ini juga terjadi di wilayah Indonesia lainnya, hanya saja berbeda waktu tergantung dari pergeseran sumbu matahari itu sendiri.
Baca Juga : Kutorenon Dilanda Banjir Terparah, BPBD Lumajang Dirikan Dapur Umum
"Ini terjadi di masing-masing kota berbeda tergantung dari koordinatnya, terutama posisi lintang. Kebetulan di Kota Malang ini kan di lintang selatan, dan ini terjadi pada hari ini pukul 11.42," ujarnya saat dihubungi MalangTIMES, Minggu (28/2/2021).
Kejadian fenomena ini nantinya juga akan dialami di wilayah Kota Batu. Sedangkan, untuk wilayah Kabupaten Malang, dikatakannya, sudah terjadi kemarin (Sabtu, 27/2/2021).
"Kalau di Kepanjen (Kabupaten Malang) sebenarnya kemarin. Hari ini Malang Kota, Kota Batu itu kurang lebih sama, karena lintangnya segaris," imbuhnya.
Maulana menjelaskan, fenomena ini ada karena aktivitas semu matahari itu yang biasa, seperti rotasi bumi ada resolusi bumi. Yaitu, rotasi bumi ini akan terjadi perubahan siang malam. Sedangkan, resolusi bumi, pergerakan bumi mengelilingi matahari yang memunculkan gerak semu matahari.
Hal ini menjadikan Matahari kadang condong ke utara dan condong ke selatan. Namun, saat fenomena Hari Tanpa Bayangan terjadi, maka posisi Matahari tepat berada di atas posisi kita.
"Jadi tepat pukul 11.42 itu berhimpit pada benda, Matahari tepat segaris. Di timur tepat naik ke atas posisi kita. Tidak ada condong ke selatan ataupun ke utara," jelasnya.
Baca Juga : Kali Asem Meluap, Bupati Lumajang Minta Warga Waspada
Maulana menyebut, fenomena ini nantinya akan berlangsung kurang lebih selama 10 menit. Hal tersebut, juga telah dialami beberapa wilayah lain di Indonesia, seperti Lumajang, Banyuwangi, hingga Bali. "Kurang lebih lama waktunya 10 menit, di kota lebih selatan juga sudah ada, Lumajang, Jember, Banyuwangi sampai Bali sudah dari 2 hari sebelumnya," terangnya.
Lebih jauh, Maulana juga mengungkapkan, posisi Indonesia yang berada di sekitar ekuator, menjadikan fenomena kulminasi di wilayah Indonesia akan terjadi dua kali dalam setahun dan waktunya tidak jauh dari saat Matahari berada di khatulistiwa.
Sementara, adanya fenomena ini akan menimbulkan dua dampak. Yakni, dampak harian dan dampak tidak langsung berupa perubahan iklim. "Dampak harian itu seperti lamanya siang malam ini berubah. Jadi waktu matahari terbit dan terbenam ini bergeser. Posisi maghrib atau posisi subuh, itu akan maju setelah posisi bayangan tepat ini. Mungkin, terasa waktu pas ramadhan nanti," katanya.
Sedangkan, secara umum, berkaitan dengan dampak perubahan iklim itu nanti, di antaranya musim angin, atau pun curah hujan yang cukup tinggi, hingga aktivitas luar angkasa lainnya. "Dampak fenomena alam lain dari pergerakan Matahari, bisa aktivitas petir atau dentuman-dentuman luar angkasa itu salah satunya," pungkasnya.