TULUNGAGUNGTIMES - Banjir yang melanda di beberapa tempat di Kabupaten Tulungagung mempunyai kesamaan, air yang datang di dataran rendah rata-rata berasal dari daerah pegunungan. Debit air yang besar ini melewati ancar, namun karena tidak banyak serapan di wilayah pegunungan maka dengan deras air turun ke tempat yang lebih rendah.
"Ini dipicu kondisi hutan di pegunungan yang gundul. Tidak ada lagi penahan air sehingga begitu hujan air dari atas langsung turun ke daratan yang lebih rendah," kata Direktur Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Mangkubumi, Muhammad Ichwan Musyofa Jumat (05/2/2021) saat dihubungi.
Baca Juga : Polri Beri Lampu Hijau, Kompetisi Liga Tanah Air Siap Bergulir Kembali
Karena kondisi hutan di pegunungan tak lagi ada pohon yang memadai untuk mengikat dan menyerap air ini maka nyaris semua curahan hujan meluncur ke bawah.
Tak hanya air, bahkan tanah yang berada di atas ikut tergerus dan menjadi lumpur cair. "Kondisi hutan tanpa tutupan, air di pegunungan langsung meluncur ke bawah dengan membawa material tanah," ujarnya.
Karena sungai di sepanjang ancar hingga ke pemukiman dataran lebih rendah tak kuat menampung, maka air meluap hingga terjadi banjir. "Sudah sekitar 20 tahun hutan masih tetap gundul dan minim tutupan. Seharusnya ada reboisasi sehingga tidak menjadi langganan banjir tiap tahun begini," paparnya.
Bagi PPLH Mangkubumi, solusi yang dapat dilakukan diantaranya pemerintah memberikan lampu hijau melalui Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) atau dikelola rakyat.
Dengan skema ini menurut Ichwan, warga diberi beban tanggung jawab untuk menanam pohon-pohon pelindung, namun juga memanfaatkannya secara ekonomis. "Dengan demikian masyarakat dapat memanfaatkan hutan itu dan tidak lagi mencuri hasil hutan yang berakibat fatal," ungkapnya.
Hal ini bukan hanya gagasan, di wilayah selatan Kabupaten Tulungagung sudah ada yang berhasil mengurangi potensi banjir ini.
"Di Besole misalnya, karena sudah menggunakan skema IPHPS oleh kelompok tani hutan, sekarang tidak lagi banjir karena pohon tutupan membaik," jelasnya.
Baca Juga : Bersatu dengan Alumni Unej Wabup Bunda Indah Hijaukan Bumi Perkemahan Glagah Arum
IPHPS ini menurutnya, mengamanatkan kepada para petani untuk menanam pelindung. Agar tetap bisa mendapatkan manfaat, pohon yang ditanam adalah jenis buah-buahan dan sengon.
Berbeda dengan kawasan hutan gundul, yang sepenuhnya dimanfaatkan untuk pertanian tanaman jagung. "Bagi petani pemegang IPHPS ini punya beban, jika tidak ada perbaikan pohon tutupan maka akan dicabut izinnya," tambahnya.
Di banyak tempat justru malah masyarakat lebih senang hanya menanam jagung dan membersihkan pohon tutupan yang dianggap mengganggu pertumbuhannya.