DPRD Tulungagung terpecah dalam menyikapi Undang-Undang Omnibus Law. Sebagian anggota ada yang setuju dan ada yang tidak setuju dengan Omnibus Law. Tak hanya anggota DPRD, unsur pimpinan pun juga terpecah.
Wakil Ketua DPRD Tulungagung dari PKB, Adib Makarim tanpa ragu menolak penerbitan UU Omnibus Law. Sedang ketua DPRD Tulungagung, Marsono tetap menolak menandatangani penolakan Omnibus Law.
Baca Juga : Dewan Probolinggo Setujui Tuntutan Mahasiswa Tolak UU Omnibus Law
Marsono berdalih bukan menolak UU Omnibus Law, namun dirinya masih menunggu referensi hasil kajian Omnibus Law yang akan dikirim ke seluruh Indonesia untuk dipelajari. Hasil ini keluar setelah pihaknya melakukan video conference dengan Menteri Dalam Negeri. “Bukan menolak, tapi masih komitmen dengan hasil video conference dengan Depdagri,” ujar Marsono.
Dari hasil video conference itu, disepakati jika nanti seluruh Kepala Daerah dan Ketua DPRD se Indonesia akan menerima hasil kajian Omnibus Law.
Setelah menerima kajian Omnibus Law, pihaknya akan menyisir pasal mana saja yang dianggap merugikan masyarakat. Pihaknya baru akan mengambil sikap setelah mempelajari UU tersebut. “Mana yang kira-kira merugikan masyarakat, kita bersikapnya setelah itu,” ujar Marsono.
Disinggung sikap yang telah diambil oleh Adib Makarim, Mengungkapkan jika itu merupakan keputusan pribadi dan tidak mewakili institusi DPRD Tulungagung. “Secara resmi DPRD belum menolak,” ujarnya.
Sementara itu Koordinator Aliansi Mahasiswa Tulungagung, Bagus Prasetiawan mengklaim sudah mendapat dukungan dari sebagian anggota DPRD untuk menolak UU Omnibus Law. Justru Ketua DPRD masih enggan memberikan dukunganya menolak UU ini. “Beberapa Fraksi mendukung, namun ketuany masih belum berani memberikan sikap,” ujarnya.
Baca Juga : Beda Pendapat dengan AHY soal UU Ciptaker, Ferdinand Hutahaean Pilih Mundur dari Demokrat!
Jika nantinya tidak mendapatkan dukungan dalam peno;lakan UU ini, pihaknya mengancam akan melakukan aksi demo dengan masa yang lebih besar dibandingkan dengan aksi pada tanggal 12 Oktober kemarin.
Dalam Hearing itu, pihaknya diarahkan untuk melakukan judicial review UU Omnibus law. Namun pihaknya menganggap lucu, lantaran draft dari UU ini ada 3 versi yang masih abu-abu. “Ada beberapa draft, pemerintah seolah-olah bermain tebak-tebakan dengan masyarakat Indonesia,” ujarnya.