Sebut Langgar Etika dan Norma, Formatera Desak Mantan Napi Korupsi Mundur dari Pilkada Kota Malang
Reporter
Riski Wijaya
Editor
Yunan Helmy
15 - Sep - 2024, 03:31
JATIMTIMES - Suhu Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Malang 2024 terus memanas. Terlebih setelah keputusan bahwa ketiga pasangan calon wali kota dan wakil wali kota telah dinyatakan lolos oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Malang pada Sabtu (14/9/2024).
Hal tersebut terjadi lantaran terdapat salah satu calon Wali Kota Malang yang berstatus sebagai mantan terpidana kasus korupsi, yakni mantan Wali Kota Malang periode 2013-2018 Mochammad Anton. Hal itu menimbulkan kontroversi dan sorotan dari berbagai kalangan.
Baca Juga : Promo Cat September 2024 di Graha Bangunan: Beragam Diskon dan Hadiah Menarik!
Salah satunya, sorotan diberikan oleh Forum Mahasiswa Hukum Tata Negara (Formatera) Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (UB). Ketua Formatera Kresna Ramadhani Tri Adistya menegaskan, pencalonan pria yang akrab disapa Abah Anton itu melanggar etika dan norma yang ada di masyarakat.
"Kami resah. Kota Malang ini dikenal sebagai kota pendidikan. Banyak pemuda berbondong-bondong datang ke Malang untuk menimba ilmu. Nah alangkah tidak baiknya jika ternyata Kota Malang dipimpin orang yang diragukan integritasnya karena merupakan mantan napi korupsi," terang Kresna.
Untuk itulah, dalam hal ini, Formatera bersama Himpunan Mahasiswa Konsentrasi Pidana (Himakopi) Fakultas Hukum UB membuat kajian dan policy brief (risalah kebijakan) yang disampaikan kepada lembaga yang berkaitan dengan penyelenggaraan pilkada.
"Yakni KPU, Bawaslu, kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum dan Polresta Malang Kota. Kami datangi empat lembaga tersebut," jelas Kresna.
Kajian dan policy brief yang disusun tersebut juga dilatarbelakangi munculnya kontroversi atas pencalonan Abah Anton. Baik dari segi hukum, maupun dari segi etika dan norma sosial yang ada di masyarakat.
"Misalkan dari segi hukum, ada di UU Pilkada Pasal 7 Huruf g, menyatakan bahwa calon yang maju dalam pilkada tidak pernah sebagai mantan terpidana yang telah berkekuatan hukum tetap," ujarnya.
Selanjutnya, ia menjelaskan poin yang tertuang di dalam pasal 7 huruf i UU Pilkada. Yakni seorang calon tidak boleh pernah melakukan perbuatan tercela. Dan hal itu harus ditunjukkan dengan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK).
"Itu kan dijelaskan bahwa yang bersangkutan harus tidak pernah melakukan perbuatan tercela dengan ditunjukkan SKCK...