JATIMTIMES - Innalillahi wainnailaihi raji'un. Kabar duka datang dari Aceh. Ulama kharismatik, Abu H. Usman bin Ali, yang lebih dikenal sebagai Abu Kuta Krueng, telah berpulang ke rahmatullah.
Kabar duka wafatnya Abu Kuta Krueng diumumkan oleh pihak pesantren melalui akun resmi mereka."Keluarga besar Dayah Darul Munawwarah Kuta Krueng turut berdoa atas berpulangnya ke Rahmatullah Abu H Usman bin Ali (Abu Kuta Krueng)," demikian pernyataan yang diunggah melalui akun Instagram resmi pesantren tersebut.
Baca Juga : Kongres Muslimat NU Dihadiri Syekh Afeefuddin Al Jailani dari Baghdad, Khofifah Dihadiahi Kiswah
Abu Kuta Krueng meninggal di Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin, Banda Aceh, pada Kamis (13/2/2025) sekitar pukul 04.30 WIB.
Sebelum meninggal, Abu Kuta Krueng telah menjalani perawatan di rumah sakit tersebut selama beberapa hari sebelum menghembuskan napas terakhirnya.
Dalam unggahan lainnya, pihak pesantren mengimbau agar masyarakat tidak mengirimkan papan bunga atau bentuk penghormatan serupa.
Berita meninggalnya pimpinan Pondok Pesantren Dayah Darul Munawwarah Kuta Krueng, Pidie Jaya, ini juga menjadi trending dalam penelusuran Google.
Profil Abu Kuta Krueng
Dikutip dari NU Online, Dayah Darul Munawwarah Kuta Krueng merupakan salah satu pondok pesantren terbesar di Aceh yang didirikan oleh Abu Kuta Krueng, yang memiliki nama lengkap Abu Haji Usman Bin Ali. Ia lahir di Desa Kuta Krueng pada tahun 1932.
Abu Kuta Krueng merupakan anak keempat dari enam bersaudara, lahir dari pasangan Tgk M. Ali dan Ummi Khadijah.
Pada usia enam tahun, tepatnya tahun 1937, Abu Kuta Krueng mulai bersekolah di SRI (Sekolah Rakyat Indonesia) di Desa Tanjungan selama enam tahun hingga 1943. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan dengan menempuh sekolah formal di SMI Samalanga, sambil memperdalam ilmu agama.
Di pagi hingga siang hari, Abu Kuta Krueng menimba ilmu dari guru-guru seperti Tgk Hamid, Tgk Kaoy, dan Tgk Gade. Sementara di malam harinya, ia mendalami kitab kuning kepada seorang ulama bernama Tgk H. Abdullah di Kuta Krueng selama tiga tahun (1943-1946).
Setelah menyelesaikan pendidikan di SMI pada tahun 1946, Abu melanjutkan studi ke Tgk Chiek di Reubee, yaitu Tgk Chiek M. Amin, selama tiga tahun (1946-1949).
Pendidikan agama kemudian ia teruskan di Dayah MUDI Mesra Samalanga, menimba ilmu dari seorang ulama besar, Tgk Chiek Haji Hanafiah, selama lebih dari satu dekade (1949-1960).
Dari Tgk Chiek Hanafiah, Abu Kuta Krueng mendapatkan ijazah Tarekat Syathariah dan diangkat sebagai mursyid tarekat.
Setelah gurunya wafat pada tahun 1960, Abu Kuta Krueng tetap belajar dan mengajar di MUDI kepada seorang ulama muda yang juga menantu Tgk Chiek Hanafiah, yakni Tgk Abdul Aziz atau yang lebih dikenal sebagai Abon Samalanga.
Baca Juga : Warga Temukan Potongan Kepala Manusia di Pinggir Sungai Konto Jombang
Abon Samalanga sendiri baru saja menyelesaikan pendidikan di Dayah Darussalam Labuhan Haji di bawah bimbingan ulama besar, Abuya Syech Muda Wali Al-Khalidy.
Di sana, Abu Kuta Krueng menimba ilmu sekaligus mengajar selama empat tahun (1960-1964). Setelah mendapat izin dari gurunya, pada tahun 1964, Abu Kuta Krueng mendirikan pesantren di kampung halamannya, yang kemudian diberi nama Dayah Darul Munawwarah.
Pada tahun 1965, Abu Kuta Krueng menikah dengan Ummi Khadijah, putri dari gurunya sendiri, yaitu Tgk Chiek H. Abdullah. Dari pernikahan ini, pasangan ini dikaruniai tujuh orang putra dan satu orang putri. Seluruh anak-anak Abu Kuta Krueng kini mengabdikan diri di Pondok Pesantren Darul Munawwarah Kuta Krueng.
Sebagai seorang ulama yang dikenal luas dalam bidang tasawuf, Abu Kuta Krueng memiliki pengaruh besar dalam pendidikan agama, terutama di Pidie Jaya. Melalui Dayah Darul Munawwarah, beliau berperan aktif dalam menyebarkan ilmu agama dan membangun komunitas santri yang kokoh.
Selain mengajar, Abu Kuta Krueng juga aktif berdakwah melalui berbagai majelis taklim serta kegiatan sosial lainnya. Bahkan, sejak masa belajarnya di Dayah MUDI Mesra Samalanga, Abu Kuta Krueng sudah terbiasa membantu dalam proses penajiz mayit atas perintah Abon Aziz.
Kepala Dinas Syariat Islam (DSI) Aceh, Zahrol Fajri, menyebut Abu Kuta Krueng sebagai sosok ayah rohani bagi banyak orang. Menurutnya, Abu Kuta Krueng adalah seorang ulama yang tawaduk, santun, dan selalu menghormati siapa pun dalam setiap interaksi.
"Dalam setiap perjumpaan, beliau selalu berpesan agar menjalankan pemerintahan dengan baik dan jujur. Ketika diberi amanah, kita harus adil dan bijaksana," ujar Zahrol.
Zahrol juga mengenang Abu Kuta Krueng sebagai sosok yang teguh dalam prinsip serta selalu mengedepankan akhlak dalam setiap aspek kehidupan. Nilai-nilai yang Abu Kuta Krueng ajarkan selama ini menjadi warisan berharga bagi masyarakat Aceh, khususnya dalam menjaga moral dan etika dalam kehidupan bermasyarakat.