JATIMTIMES - Peristiwa Isra Mikraj yang diperingati setiap tanggal 27 Rajab, menyimpan kisah duka tersendiri bagi Nabi Muhammad. Tahun ini, peringatan Isra Mikraj jatuh pada 27 Januari 2025.
Dosen Universitas Indonesia yang juga Mustasyar PBNU, KH Zakky Mubarak, mengungkapkan bahwa momen bersejarah Isra Mikraj tidak terlepas dari masa-masa berat yang dihadapi Nabi, dikenal sebagai Amul Huzni atau Tahun Kesedihan.
Menurut Kiai Zakky, tahun tersebut adalah periode ketika Nabi Muhammad mengalami rasa kehilangan mendalam karena wafatnya dua sosok penting dalam hidupnya.
Baca Juga : Inilah Perbedaan Isra dan Mikraj yang Dialami Nabi Muhammad SAW
"Salah satu yang membuat Nabi Muhammad begitu sedih lantaran beliau ditinggalkan oleh dua orang yang begitu beliau dikasihi. Dua orang yang selama ini menjadi penjaga bagi Nabi Muhammad, yakni istri beliau Sayyidah Khadijah dan pamannya Abu Thalib wafat,” jelas Kiai Zakky, dikutip NU Online, Rabu (16/1/2025).
Kesedihan Nabi tidak berhenti di situ. Menurut Kiai Zakky yang mengutip dari Kitab Hayatu Muhammad karya Muhammad Husen Haikal (halaman 186), Nabi juga menghadapi tekanan berat dari kaum Quraisy. Nabi sering menerima penghinaan, bahkan pernah dilempari tanah kotor hingga seluruh kepalanya tertutup kotoran.
Peristiwa penghinaan ini disaksikan oleh putrinya, Sayyidah Fatimah, yang merasa sangat pilu melihat ayahnya diperlakukan demikian. Namun, Nabi Muhammad tetap tenang dan bijak menenangkan putrinya dengan berkata:"Jangan menangis anakku, sesungguhnya Allah akan melindungi ayahmu.”
Selain tekanan di Makkah, Nabi Muhammad juga menghadapi pengalaman pahit saat berdakwah ke Thaif. Dengan harapan penduduk Thaif menerima ajaran Islam, Nabi berkunjung ke sana. Namun, sambutan mereka justru penuh penghinaan. Penduduk Thaif tidak hanya menolak dakwah Nabi, tetapi juga mengusirnya secara kasar dengan melempari batu. Akibatnya, kaki Nabi terluka hingga darah mengering di sandalnya.
Meskipun menerima perlakuan tersebut, Nabi tidak menyimpan dendam. Sebaliknya, beliau justru berdoa dengan penuh keikhlasan:
"Wahai Tuhanku, tunjukilah kaumku, karena sesungguhnya mereka belum mengetahui."
Dalam kondisi terluka, Nabi Muhammad berhenti di bawah pohon anggur milik Uthbah dan Syaibah. Di sana, Nabi menengadahkan tangan dan berdoa kepada Allah dengan penuh pengaduan. Berikut isi doanya, seperti yang tertulis dalam Kitab Hayatu Muhammad (halaman 187):
"Wahai Allah Tuhanku, kepada-Mu aku mengadukan kelemahan diriku, kekurangan daya upayaku dan kehinaanku dihadapan sesama manusia. Wahai Allah Yang Maha Kasih dari segala kasih, Engkau adalah pelindung orang-orang yang lemah dan teraniaya. Engkau adalah pelindungku. Tuhanku, kepada siapa Engkau serahkan diriku? Apakah kepada orang jauh yang membenciku atau kepada musuh yang menguasai diriku. Tetapi asal Kau tidak murka padaku, aku tidak perduli semua itu. Rahmat dan karunia-Mu lebih luas bagiku, aku berlindung dengan cahaya-Mu yang menerangi segala kegelapan, yang karenanya membawa kebahagiaan bagi dunia dan akhirat, daripada murka-Mu yang akan Kau timpakan kepadaku. Engkaulah yang berhak menegurku sehingga Engkau meridhaiku. tiada daya dan upaya kecuali dari-Mu." (Muhammad Husen Haikal, Hayatu Muhammad, halaman 187).
Di tengah ujian berat tersebut, Allah memberikan hadiah istimewa kepada Nabi Muhammad berupa perjalanan Isra Mi'raj. Dalam perjalanan ini, Nabi diperjalankan dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsa di Palestina, kemudian menuju Sidratul Muntaha untuk bertemu langsung dengan Allah.
Perjalanan Isra Mi'raj bukan hanya menjadi tonggak penting dalam sejarah Islam, tetapi juga bentuk hiburan dari Allah atas kesedihan yang dialami Nabi Muhammad.