free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Internasional

Parlemen Prancis Tumbangkan Pemerintahan dalam Mosi Tak Percaya, Krisis Politik Terus Berlanjut

Penulis : Anisa Tri Saraswati - Editor : Nurlayla Ratri

05 - Dec - 2024, 14:22

Placeholder
PM Prancis Michel Barnier dan anggota pemerintah Prancis menghadiri sesi tanya jawab dengan pemerintah sebelum pemungutan suara mosi tidak percaya terhadap pemerintah Prancis di Majelis Nasional di Paris, 4 Desember 2024. (Foto : Reuters)

JATIMTIMES - Anggota parlemen Prancis meloloskan mosi tidak percaya terhadap pemerintahan Perdana Menteri Michel Barnier pada Rabu (4/12), memperdalam krisis politik di negara dengan ekonomi terbesar kedua Uni Eropa. Sebanyak 331 legislator dari sayap kanan dan kiri bergabung untuk mendukung mosi tersebut di Majelis Nasional yang beranggotakan 577 orang.

Barnier dihukum karena menggunakan kekuasaan konstitusional khusus untuk meloloskan sebagian anggaran yang tidak populer tanpa pemungutan suara parlemen. Rancangan anggaran tersebut bertujuan menghemat 60 miliar euro untuk mengurangi defisit besar, tetapi tidak didukung mayoritas.

Baca Juga : Komitmen Wujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik, Pemkot Malang Jalin Kerjasama dengan Kejari

"Realitas (defisit) ini tidak akan hilang hanya karena keajaiban mosi tidak percaya," kata Barnier kepada anggota parlemen sebelum dilaksanakannya pemungutan suara. 

Dilansir dari Reuters, ia juga memperingatkan bahwa masalah defisit anggaran akan tetap menjadi tantangan berat yang harus dihadapi oleh siapapun yang akan memimpin pemerintahan selanjutnya.

Setelah pemungutan suara, Ketua Parlemen Yael Braun-Pivet mengonfirmasi bahwa Barnier harus menyerahkan pengunduran dirinya dan pemerintahannya kepada Presiden Emmanuel Macron, yang diperkirakan akan dilakukan pada Kamis pagi. Masa jabatan Barnier menjadi yang terpendek dalam sejarah Republik Kelima Prancis sejak 1958.

Kejatuhan pemerintahan Perdana Menteri Michel Barnier melalui mosi tidak percaya menjadi yang pertama dalam lebih dari 60 tahun sejak Georges Pompidou pada 1962. Krisis ini bermula dari pemilu cepat yang digelar Presiden Emmanuel Macron pada Juni, menghasilkan parlemen yang terpolarisasi dan pemerintahan minoritas.

Kekacauan ini berpotensi menggagalkan stabilitas pemerintahan Prancis, yang menghadapi risiko mengakhiri tahun tanpa anggaran 2025, meski konstitusi memungkinkan tindakan khusus untuk mencegah kebuntuan seperti di AS. Menteri Pertahanan Sebastien Lecornu memperingatkan bahwa situasi ini dapat memengaruhi dukungan Prancis terhadap Ukraina.

Partai kiri keras France Unbowed (LFI), melalui Mathilde Panot, menyerukan pengunduran diri Macron dan meminta pemilihan presiden lebih awal. Sementara pemimpin sayap kanan Marine Le Pen menyambut gembira kejatuhan Barnier, setelah bertahun-tahun berupaya menggambarkan partainya, National Rally, sebagai pemerintahan yang masih menunggu.

"Saya tidak mendesak Macron untuk mengundurkan diri," katanya. "Tekanan pada presiden akan semakin besar. Hanya dia yang akan membuat keputusan itu."

Pergolakan politik di Prancis membawa risiko bagi Marine Le Pen, dengan sekutu Presiden Emmanuel Macron menuduhnya memicu kekacauan setelah partainya bekerja sama dengan kubu kiri untuk menjatuhkan Michel Barnier. 

Laurent Wauquiez dari Les Republicains yang mendukung Macron, memperingatkan bahwa rakyat akan menghakimi langkah Le Pen dengan keras.

Baca Juga : The Phoenix Hotel Yogyakarta: Menapak Jejak Kejayaan Arsitektur Indische Empire Style

Sejak pemilu cepat yang diserukan Macron musim panas lalu, indeks pasar saham CAC 40 Prancis telah turun hampir 10%, menjadikannya yang terburuk di antara ekonomi utama Uni Eropa. Euro melemah terhadap mata uang Eropa lainnya, meski tetap stabil terhadap dolar, yang menurut analis menunjukkan risiko dari ketidakstabilan di Prancis dan Jerman, dua kekuatan utama Eropa.

Rancangan anggaran Barnier bertujuan mengurangi defisit fiskal dari 6% menjadi 5% pada 2025. Ia memperingatkan, menolak pemerintahannya dapat memperburuk keuangan negara. Tetapi Le Pen mengabaikan hal itu dan berjanji mendukung langkah darurat untuk menggulirkan anggaran 2024 agar pendanaan sementara tetap tersedia.

Presiden Emmanuel Macron dijadwalkan menyampaikan pidato televisi pada Kamis malam, sementara Uni Eropa semakin terguncang, diperburuk oleh krisis politik di Jerman dan kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih.

Ia berencana segera menunjuk perdana menteri baru sebelum upacara pembukaan kembali Katedral Notre-Dame pada Sabtu, yang juga akan dihadiri Donald Trump, dilansir dari Reuters. Namun, perdana menteri baru akan menghadapi tantangan serupa dengan Michel Barnier dalam meloloskan undang-undang, termasuk anggaran 2025, di tengah parlemen yang terpecah.

Sebelum Juli, Prancis tidak dapat menggelar pemilu parlemen baru. Macron mungkin meminta Barnier dan kabinetnya tetap menjabat sebagai pemerintah sementara sembari mencari perdana menteri yang mampu menggalang dukungan lintas partai.

Dalam situasi ini, pemerintah sementara dapat mengusulkan undang-undang darurat untuk menggulirkan ketentuan anggaran 2024 ke tahun berikutnya atau menggunakan kewenangan khusus untuk meloloskan anggaran 2025 melalui dekrit. 

Langkah tersebut dinilai berada di wilayah abu-abu secara hukum dan berisiko tinggi secara politik. Skenario ini berisiko menghadirkan ketidakstabilan, dengan kemungkinan perdana menteri baru dijatuhkan satu per satu oleh oposisi.


Topik

Internasional Prancis mosi tak percaya krisis politik



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Anisa Tri Saraswati

Editor

Nurlayla Ratri