JATIMTIMES - Anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Haryo Soekartono (BHS) mengkritik keras pernyataan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), yang menyatakan bahwa erupsi Gunung Lewotobi Laki Laki berdampak ke wilayah Bali dan Lombok.
"Tidak benar itu, letusan Gunung Lewotobi Laki Laki itu berdampak pada wilayah wisata di Bali dan Lombok. Karena arah angin, itu bergerak dari barat ke timur di akhir tahun. Bali dan Lombok itu kan posisinya ada di sebelah barat Lewotobi, bukan sebelah timurnya. Yang kena dampak itu, yang posisinya di sebelah timur Lewotobi," kata Bambang Haryo.
Baca Juga : Orang-Orang Beriman Akan Tersapu Angin Lembut Menjelang Kiamat
Menurut dia bahkan, Kupang pun sebelah selatan Lewotobi hanya sedikit terdampak debu Lewotobi, apalagi sebelah barat tidak sama sekali. "Buktinya pesawat ke Kupang masih tetap jalan apalagi saya mempunya armada laut ke NTT yang juga mengamati langsung arah angin yang jelas-jelas bergerak dari barat ke timur dan cenderung agak ke tenggara," tuturnya.
Ia menegaskan BMKG sepatutnya bisa memberikan keterangan yang lebih akurat, dengan adanya sarana dan fasilitas pemantauan yang dibiayai oleh negara dengan sangat besar.
"Nah Terbukti kan, bahwa pernyataan mereka salah. Ternyata muncul pemberitaan media kemarin menyatakan tidak ditemukan debu abu vulkanik di Lombok maupun Bali. Kesalahan informasi BMKG ini sangat merugikan masyarakat dan tentu bisa membawa dampak ketakutan masyarakat domestik maupun internasional yang akan berwisata ke Bali dan Lombok karena ketakutan terhadap ketidakpastian fasilitas penerbangan yang menghentikan operasionalnya karena pengaruh pernyataan BMKG yang cenderung menyesatkan," kata Bambang Haryo dengan tegas.
Ketidakakuratan analisa BMKG ini, lanjutnya, bisa sangat mempengaruhi industri wisata Indonesia, yang sedang didorong untuk meningkatkan jumlah wisatawan agar ekonomi tumbuh sesuai target 8%
Ia menyebutkan sudah menjadi siklus tahunan di wilayah Indonesia, bahwa setiap bulan November hingga Februari, angin akan berhembus dari barat ke timur. Sementara, dari bulan April hingga September, angin akan berhembus dari timur ke barat.
"Setiap tahun sudah begitu siklusnya. Jadi BMKG jangan ngarang-ngarang sendiri lah, gak jelas itu! Ini termasuk juga isu megathrust yang digulirkan BMKG di awal tahun hingga saat ini yang sangat sering akhir-akhir ini ternyata nggak terbukti kan?," tegasnya kembali.
Baca Juga : Komisi A DPRD Surabaya Soroti Penjualan Mihol secara Daring
Ia menyebutkan, bukan hanya kali ini saja, BMKG melakukan kesalahan analisa atas gejala alam yang terjadi. Contoh lainnya, yang kerap kali tidak akurat adalah ramalan cuaca.
"Bilangnya hujan, nyatanya tidak hujan. Bilangnya tidak hujan, faktanya hujan. Padahal analisa BMKG ini mempengaruhi banyak sektor, bukan hanya pariwisata. Tapi juga pertanian yang berkaitan dengan masa tanam, nelayan yang berhubungan dengan cuaca juga industri, perdagangan, dan bahkan sangat dibutuhkannya informasi pengaruh cuaca baik angin, hujan bagi dunia transportasi udara, darat maupun laut," imbuh Bambang Haryo.
"BMKG ini anggarannya besar lho, Rp2,769 triliun. Harusnya dengan anggaran yang seperti itu, BMKG mampu memberikan informasi yang jelas dan akurat pada masyarakat. Harusnya tidak ada kesalahan dalam menganalisa data yang ada. Sehingga tidak akan mengganggu sektor pariwisata dan industri, pertanian, maupun transportasi udara, darat, dan laut," ucapnya.