JATIMTIMES - Pada awal masa pemerintahan Prabowo Subianto, sejumlah penegakan hukum lantang dijalankan dan ditindaklanjuti dengan tegas. Seperti sejumlah kasus korupsi yang mencakup dugaan penyalahgunaan wewenang hingga penggelapan anggaran yang merugikan negara.
Kasus-kasus tersebut antara lain seperti mantan Direktur Umum Pertamina periode 2012-2014 sebagai tersangka dugaan korupsi pembelian tanah seluas 48 ribu hektare oleh BUMN. Kemudian, kasus Mantan Direktur Operasi Produksi PT Timah Alwin Albar dalam kasus korupsi proyek pembangunan mesin pencuci pasir timah (Washing Plant) wilayah Tanjung Gunung tahun 2017-2019.
Baca Juga : Kawanan Perampok Alfamart di Jombang Diringkus, 1 Pelaku Dapat 'Timah Panas'
Selain itu, kasus Prasetyo Boeditjahjono, Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan 2016-2017 sebagai tersangka dugaan korupsi proyek pembangunan prasarana Light Rail Transit (LRT) dan juga kasus korupsi pengelolaan keuangan PT Indofarma Tbk. dan anak perusahaannya pada tahun 2020-2023. Selanjutnya ada juga mafia kasus yang terbongkar, yakni Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar.
Dari sejumlah penindakan ini, menuai apresiasi dari banyak pihak. Namun adapula yang menyampaikan, agar upaya ketegasan dalam penegakan hukum pada pemerintahan Prabowo Subianto bukan hanya sekedar untuk fantastisme. Hal ini disampaikan Ketua Pusat Pengembangan Otonomi Daerah (PPOTODA) Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Ria Casmi Arrsa, SH, MH.
"Harapannya tidak hanya sebatas mencari fantastisme di awal kepemerintahan saja," ungkapnya.
Arrsa berharap, upaya penegakan hukum yang tegas di masa kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto ini dapat terus berlanjut dan tetap berpegang pada regulasi yang ada. Artinya, penegakan hukum yang ada jangan sampai tercederai dengan hal-hal yang justru menimbulkan turunnya trust masyarakat.
"Ketegasan ini harapannya bisa dilakukan terus secara konsisten," tuturnya.
Baca Juga : Polres Malang Ungkap 23 Kasus Program Asta Cita, Ringkus 24 Tersangka Persetubuhan Hingga Pornografi
Dari sisi supremasi hukum, pihaknya melihat ada kekurangan, yakni melemahnya penegakan hukum. Meskipun pada satu sisi cita-cita penegakan hukum sangat kencang sesuai aturan, namun praktik atau realita sebelumnya ditemui pelemahan dalam penegakan hukum.
Hal ini ditandai dengan berbagai macam kasus yang melanda aparatur penegak hukum di lembaga peradilan. Pihaknya mencontohkan dengan kasus mafia peradilan yang ini menunjukkan suatu kondisi yang inkonsisten. Kemudian pada tubuh kejaksaan maupun institusi pemberantasan korupsi yang juga terindikasi melemah.
"Situasi penegakan hukum menghadapi situasi yang ada pada level kronis. Sehingga penegakan hukum ini tidak hanya sekedar di awal, tapi juga konsisten," paparnya.