JATIMTIMES - Anggota DPR-RI Fraksi Partai Golkar Ahmad Irawan berpendapat bahwa persoalan tanah harus dipandang secara holistik. Sehingga tidak hanya membahas pada sebatas lahan pertanian saja.
Hal tersebut ia sampaikan sebagai bentuk kesepahaman atas keseriusan pemerintah untuk memberantas mafia tanah. Dimana hal tersebut disampaikan oleh Kementerian ATR/BPN, Nusron Wahid.
Baca Juga : Bidik Pendampingan Hukum Masyarakat Kelas Bawah, Pengacara Muda Asal Malang Gagas Gerrindo
"Keadilan dalam kepemilikan tanah seperti yang disampaikan oleh Pak Menteri Nusron Wahid sesuatu yang amat mulia dan harus kita dukung," jelas Ahmad Irawan.
Menurutnya, permasalahan tanah juga harus dipandang secara holistik. Artinya, di dalam tanah ataupun di atas tanah juga terdapat sumber daya yang harus dikelola dengan baik. "Hal mana persoalan tanah tidak saja dilihat sebagai persoalan tanah pertanian," imbuh Irawan.
Beberapa sumber daya yang ia maksud ialah meliputi persoalan air dan kelautan. Selain itu juga sumber daya yang ada di atas dan di dalam tanah seperti hutan, kebun, dan tambang. Sehingga menurutnya, sudah sepatutnya jika sumber daya tersebut dapat dikelola dan dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
"Oleh karena itu, Indonesia adalah negara yang memiliki berbagai macam sumber daya yang berada di atas, di dalam dan melekat pada tanah harus dimanfaatkan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat," jelas Irawan.
Sementara itu, dikutip dari berbagai sumber, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menyebut bahwa aktor yang bermain dalam masalah mafia tanah berasal dari lintas sektor. Selain itu menurut Nusron, dalam mengatasi mafia tanah perlu konsolidasi internal Kementerian ATR/BPN. Perbaikan dari dalam menjadi kunci menangani masalah tersebut.
Baca Juga : Dianggap Ganggu Ruang Publik di Stasiun MRT Bundaran HI, Apa Itu Olahraga Pound Fit?
Menanggapi hal tersebut, Irawan mengatakan bahwa keadilan dan kepemilikan tanah yang disampaikan oleh Menteri Nusron Wahid adalah hal mulia yang harus didukung. Sebab ia meyakini bahwa hal itu sejalan dengan UUD 1945.
"Bagaimanapun pikiran tersebut merupakan cara pandang dan tafsir dalam memahami kebijakan pertanahan tertinggi yang di Indonesia yang ada dalam UUD 1945," pungkas Irawan.