JATIMTIMES - Matinya hati menjadi sebuah hal yang harus diwaspadai umat Islam. Matinya hati mungkin saja dapat membuat tertutupnya hati seseorang dari hidayah Allah SWT. Untuk itulah, sebagai umat muslim, seseorang harus mengetahui tanda-tanda matinya hati.
Dalam Syarah Al-Hikam-nya, Syekh Ali Baras mengibaratkan bahwa hati dan batin sejatinya laksana bumi yang dapat tumbuh dan hidup, dan juga dapat kering atau mati. Sedangkan air kehidupan yang turun dari langit sir adalah makrifat dan keimanan yang akan menghidupi bumi tersebut.
Baca Juga : Selain Videotron, Golkar Gencar Sosialisasikan Paslon Eri-Armuji dan Khofifah-Emil Lewat Medsos
Kondisi hati yang mati ini, mereka tidak mampu merasakan apapun dalam kehidupannya, khususnya pada sensitivitas spiritual. Sehingga, mereka yang mengalami ini tidak mengetahui nikmat atas ibadah dan kepedihan atas ibadah yang terlalaikan.
Artinya, hati yang mati tidak menganggap dosa, kekhilafan, dan kesalahan baik yang berkaitan dengan hak Allah maupun hak adami sebagai masalah serius.
Syekh Ibnu Ajibah dalam Iqazhul Himam menjelaskan tentang tiga tanda matinya hati. Pertama, tidak bersedih atas kesempatan ibadah yang terlewat. Kedua tidak menyesali perbuatan buruk yang telah dilakukan. Ketiga persahabatan dengan orang-orang lalai yang juga mati hatinya.
Pembahasan tentang matinya hati juga terdapat di Kitab Hikam, karya Ibnu Atha'illa as-Sakandari diterjemahkan Salim Bahreisy. Tanda-tanda matinya hati dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa seseorang tidak akan merasa sedih ketika meninggalkan amal perbuatan kebaikan (kewajiban) atau bahkan ia tidak menyesal jika berbuat dosa.
Dalam sebuah sabdanya, Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang merasa senang oleh amal kebaikannya, dan merasa sedih/menyesal atas perbuatan dosanya, maka ia seorang mukmin (beriman)."
Imam Ibnu Athaillah dalam Matan Al-Hikam-nya menyebut bahwa memang semua itu sebagai tanda kematian hati.
Baca Juga : Berat Badan Susah Naik, Ini Penjelasan Dokter
"Salah satu kematian hati adalah tidak adanya kesedihan atas kesempatan ibadah yang terlewat dan tidak adanya penyesalan atas kehilafan yang pernah dilakukan".
Ini juga ditegaskan Abdullah bin Mas’ud RA menjelaskan bahwa orang yang hatinya mati, akan menganggap remeh dosa, kesalahan, dan kekhilafannya. Rasa penyesalan atas dosa tidak akan pernah ada pada hati yang mati. Mereka menganggapnya sebuah hal yang sepele.
"Orang yang beriman memandang dosa-dosanya seperti seorang yang sedang duduk di kaki bukit dan ia khawatir sekali sebuah batu besar menimpanya dari dari atas bukit. Sedangkan orang munafik memandang ringan dosanya seperti lalat-lalat menggangu ringan yang hinggap di hidungnya, lalu ia berkata, 'Apa ini, enyah kau' seraya mengusirnya".