JATIMTIMES - Ratusan perangkat desa yang tergabung dalam Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) mendatangi kantor Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Tulungagung. Kedatangan mereka untuk mempertanyakan tentang batas usia pensiun perangkat desa yang menjadi polemik dan kepastian hukumnya oleh Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (APDESI), Rabu (7/8/2024).
Polemik ini bermuara pada UU Desa No 6 Tahun 2014 Pasal 53 menyatakan Perangkat Desa diberhentikan karena usia telah genap 60 tahun. Padahal menurut PPDI, jika merujuk pada Perda Kabupaten Tulungagung No 4 tahun 2017 tentang Perangkat Desa yaitu Pasal 60 ayat 2 menyatakan bahwa perangkat desa yang diangkat sebelum tahun 2001 dan tidak dicantumkan batasan jabatan maka batasan usianya perangkat desa itu dianggap 64 tahun.
Baca Juga : Maksimalkan Penanganan Sampah Padat dan Kurangi Asap, Desa Sidomulyo Bikin Incinerator di TPS3R
Ketua PPDI Suyono setelah acara itu mengatakan, dari hasil audiensi dengan DPMD, Inspektorat dan Bagian Hukum, Pemkab Tulungagung tetap mengacu pada Perda saat ini. Sehingga itu yang akan tetap menjadi pegangan hukum bagi perangkat desa dalam menentukan kebijakan.
"Kami berharap, perangkat desa tetap tenang dan loyal dalam mengabdi kepada masyarakat Tulungagung," katanya.
Pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris Desa Blimbing, Kecamatan Rejotangan itu berharap polemik itu tidak menjadikan perangkat desa risau. Menurutnya itu hanya karena perbedaan penafsiran saja. Ia berharap perangkat desa tetap bersatu dan bekerja dalam membangun Tulungagung.
"Yang jelas dalam audiensi tadi sudah terjawab, semua sudah jelas," tambahnya.
Sementara itu Ketua APDESI Kabupaten Tulungagung Anang Mustofa mengatakan, pihaknya tidak menolak apa yang saat ini terjadi, namun mempertanyakan kepastian hukum terkait polemik antara UU Desa tersebut berbanding Perda Kabupaten Tulungagung yang ada.
"Apdesi meminta kepastian hukum oleh Pemkab agar tidak ada risiko dikemudian hari," ungkap Anang yang juga menjabat Kades Kendalbulur, Kecamatan Boyolangu itu melalui sambungan telepon.
Baca Juga : Sejarah Kopi Ijo Khas Tulungagung yang Melegenda Sejak Tahun 70-an
Menurutnya meski ada perda tersebut, dari perspektif DPC APDESI Tulungagung masih menimbulkan kekhawatiran adanya risiko hukum dikemudian hari bagi kepala desa sebagai legal standing pejabat yang mengangkat dan memberhentikan perangkat desa. Pasalnya, perda tersebut dibuat tahun 2017 setelah terbitnya UU Desa No 6 Tahun 2014.
Tentunya ini bertentangan dengan Pasal 119 yang menyatakan semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung dengan desa wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya dengan ketentuan Undang-Undang itu.
"Selain itu, hasil pembahasan Abpesi dengan pihak DPMD, Inspektorat dan Bagian Hukum, mereka tidak berani memberikan jaminan kepastian hukum. Dan kesepakatannya pun masih perlu adanya konsultasi bersama-sama di Kemendagri," jelasnya.