free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Hiburan, Seni dan Budaya

Tradisi Labuh Laut Sembonyo di Pantai Sine Tulungagung, Wujud Rasa Syukur Masyarakat Lokal

Penulis : Aries Marthadiharja - Editor : Nurlayla Ratri

26 - Jun - 2024, 02:46

Placeholder
Masyarakat dekat Pantai Sine Tulungagung masih melestarikan tradisi Labuh Laut Sembonyo sebagai wujud rasa syukur hasil bumi yang melimpah. (dok. Instagram/kacamata_tulungagung)

JATIMTIMES- Masyarakat Tulungagung di sekitar Pantai Sine Tulungagung hingga kini masih melestarikan tradisi adat Labuh Laut Sembonyo sebagai wujud rasa syukur. Banyak juga masyarakat yang menyebut tradisi ini dengan istilah Larung Sembonyo.

Labuh Laut Sembonyo merupakan budaya sedekah terhadap laut yang dilakukan secara turun-temurun sebagai warisan nenek moyang. Masyarakat Kabupaten Tulungagung yang sering melakukan tradisi ini adalah masyarakat Desa Kalibatur, Kecamatan Kalidawir, Kabupaten Tulungagung.

Baca Juga : Di Tulungagung, HMI Demo Soal Tapera dan Isu-Isu Ini

Upacara ini merupakan bentuk rasa syukur para nelayan akan hasil laut yang diperoleh. Kebiasaan ini dilakukan sebagai bentuk permohonan akan keselamatan para nelayan ketika mencari ikan di laut. 

Selain masih dilestarikan masyarakat di pesisir selatan Tulungagung, kebiasaan ini juga dilestarikan masyarakat nelayan di Kabupaten Trenggalek. Terutama masyarakat yang tinggal di pesisir Pantai Prigi.

Hingga kini, masyarakat sekitar pantai selatan Tulungagung masih meyakini ketika upacara adat ini tidak dilaksanakan, maka akan terjadi panen yang gagal. Selain itu, nelayan akan sulit menangkap ikan, ada wabah atau penyakit yang menyebar, bencana alam, dan berbagai kesulitan lainnya.

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan Firda Muslimatul Husnah, salah satu mahasiswa UIN SATU Tulungagung menjelaskan, upacara adat Labuh Laut Sembonyo ini diawali dengan kirab tumpeng raksasa serta tersaji aneka jajanan pasar.

Sebelum dilarung, tumpeng raksasa dan aneka sesaji yang sudah disiapkan oleh para nelayan ini akan didoakan terlebih dahulu oleh tokoh adat setempat. Kemudian, tumpeng raksasa ini ditarik menggunakan kapal dan dibawa ke tengah laut untuk dilarungkan bersama-sama. 

Menurut para nelayan setempat, upacara adat Labuh Laut Sembonyo ini sudah ada dan dilakukan sejak ratusan tahun yang lalu. Tradisi ini bisa di lakukan pada bulan Selo dalam penanggalan Jawa. 

Berdasarkan  cerita yang beredar, Labuh Laut Sembonyo atau juga biasa disebut Larung Sembonyo mulanya berawal dari kisah pernikahan Tumenggung Yudha Negara yang berasal dari Kerajaan Mataram (Jawa Tengah). Yudha Negara adalah utusan kerajaan Mataram untuk melakukan perluasan lahan di sepanjang pantai Pulau Jawa. 

Tumenggung Yudha Negara dipercayai sebagai seseorang kesatria yang mempunyai kekuatan luar biasa dalam bertempur dan berbakat, Dia pun dipercaya untuk melakukan babad alas atau ekspansi di wilayah Timur Jawa untuk memperluas wilayah kerajaan Surakarta.

Baca Juga : Fatimah Binti Maimun: Bukti Awal Kehadiran Islam di Jawa dan Nusantara Abad ke-11

Perencanaan perluasan lahan dimulai dari Pacitan, Sumbreng Munjungan, Demuk Kalidawir Tulungagung dan Prigi Watulimo. Dalam perluasan lahan tersebut Tumenggung Yudha tidak sendiri, ia didampingi oleh saudara-saudaranya, yaitu Raden Pringgo Jayeng Hadilaga, Raden Yaudha, Raden Yaudhi, dan Raden Prawira Kusuma. 

Banyak rintangan yang mereka hadapi dalam perjalanan. Di tengah perjalanan, akhirnya Tumenggung Yudha memberikan keputusan dengan menempatkan para saudaranya pada daerah yang mereka singgahi untuk membuka lahan baru di wilayah tersebut. 

Terkecuali bagi Tumenggung Yudha, dirinya tetap melakukan perjalanan menuju wilayah Pantai Prigi untuk menyelesaikan misi dari kerajaan yang telah dimandatkan. Akhirnya Tumenggung Yudha Negara beserta prajuritnya sampai di wilayah Prigi. Dia pun menikahi seorang putri penguasa wilayah tersebut bernama Putri Gambar Inten.

Secara istilah, kata sembonyo ini merujuk pada kisah mempelai pernikahan antara Tumenggung Yudha Negara dengan Putri Gambar Inten. Sembonyo berasal dari nama mempelai tiru-tiruan yang dijadikan menyerupai boneka kecil dari tepung beras ketan. 

Adonan tepung yang telah jadi dibentuk bulat-bulat sebagai kepala, dan ada yang dibentuk sebagai badan, menjadi seperti sepasang mempelai boneka yang sedang bersanding. Biasanya, sembonyo yang menyerupai boneka ini diletakkan di atas perahu lengkap dengan perlengkapan satang, yaitu alat untuk mengemudikan perahu. 

Selain sembonyo yang terbuat dari tepung beras ketan, ada juga yang membentuk sembonyo dari ares batang pisang yang dihiasi dengan bunga kenanga, melati, dan lecari. Biasanya, perlengkapan upacara adat Labuh Laut Sembonyo juga terdapat seserahan atau sesaji serta perlengkapan lain layaknya upacara pernikahan tradisi Jawa.


Topik

Hiburan, Seni dan Budaya Tulungangung Labuh Laut Sembonyo Larung Sembonyo



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aries Marthadiharja

Editor

Nurlayla Ratri