JATIMTIMES - Ketika musim haji tiba, jutaan jemaah dari seluruh dunia datang ke Makkah untuk melaksanakan ibadah suci. Seperti jemaah haji dari Indonesia yang mulai berangkat ke Arab Saudi pada 12 Mei, hampir seluruh jemaah di seluruh dunia juga mulai memadati kota suci, baik Makkah maupun Madinah.
Di antara mereka, jemaah haji dari China memilih untuk mengontrak tempat tinggal di perbukitan Makkah. Alasannya sederhana, karena harganya yang lebih terjangkau. Lantas bagaimana kondisi kontrakan mereka dan apa saja tantangan yang dihadapi?
Baca Juga : Ibadah Kurban Setiap Tahun atau Cukup Sekali Seumur Hidup? Ini Penjelasan Buya Yahya
Melansir YouTube Mas Awiee, tampak dirinya mencoba menelusuri kawasan penginapan dari jemaah haji asal China. Untuk beristirahat, para jemaah China baik laki-laki maupun perempuan harus menaiki ratusan tangga serta jalanan yang naik dan turunan. Pasalnya penginapan mereka berada di atas perbukitan.
"Ini di atas gunung, di atasnya Masjidil Haram. Jadi jemaah yang pertama kali memasuki Kota Makkah adalah jemaah China. Tapi saat ini, sudah banyak jemaah dari negara lain, seperti India, Bangladesh, Turki sudah banyak yang masuk ke Makkah," ujarnya.
Menurut Mas Awiee, ada beberapa keunikan terjadi pada jemaah China, di mana mereka tidak menyewa hotel layaknya seperti jemaah haji Indonesia. Diketahui, jemaah haji di Indonesia, pemberangkatannya diatur oleh pemerintah melalui Kemenag.
"Jemaah haji China (tidak diatur pemerintahnya), mereka mencari hotel secara mandiri dan bisa pindah-pindah. Contohnya menjelang pelaksanaan haji agak jauh dari Masjidil Haram. Jadi mereka memilih sewa penginapan atau dalam bahasa arab Sugah di atas gunung. Karena harganya yang lebih murah," ungkapnya.
"Selain penginapan, mereka juga masak sendiri. Itu yang saya lihat ya," imbuhnya.
Menurut Mas Awiee, pada 2023 lalu, ada sekitar 80 ribu jemaah China yang melaksanakan ibadah haji. "Banyak jemaah China yang ngontrak di kontrakan, bukan di hotel. Meski begitu para jemaah china ini memiliki visa haji. Namun karena tidak diatur oleh pemerintahnya, sehingga secara mandiri mencari kontrakan di Kota Makkah," ujarnya.
Baca Juga : Adab Ketika Melihat Kakbah Beserta Doa yang Harus Dipanjatkan
Harga yang dibanderol di kawasan perbukitan tersebut, kata mas Awiee, sekitar 400-500 riyal per-bulan atau Rp2juta per-kamar. Di mana setiap kamar bisa ditempati untuk 4-5 orang. "Makan kalau mau masak sendiri, kalau sekali makan 5 riyal, jadi sehari bisa Rp 80 ribu," katanya.
Sebagai tambahan informasi, Shin Chien-yu, yang mengajar hubungan Asia Tengah di Universitas Nasional Tsing Hua Taiwan, mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa pemerintahannya merupakan perpanjangan dari kebijakan “sinofikasi agama”. Di mana negara China ingin sepenuhnya membebaskan kehidupan beragama masyarakatnya, tanpa pengaruh eksternal akibat globalisasi, tidak peduli Islam atau Katolik.
"Sulit untuk mengatakan bahwa haji yang diatur oleh pemerintah akan adil," kata Shin.
"Justru tanpa diawasi oleh pemandu wisata yang diatur oleh negara, haji yang diselenggarakan secara pribadi (muslim China) dapat mengalami pengalaman yang sangat berbeda, seperti pertemuan bebas dengan umat Islam dari negara lain, bertukar informasi dan pemikiran keagamaan yang tidak diterima oleh Partai Komunis China," pungkas Shin.