JATIMTIMES - Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) merupakan salah satu dari sekian banyak organisasi mahasiswa yang sampai saat ini masih eksis menunjukkan kiprahnya dan berhasil mencetak banyak kader berkualitas.
Lahir di Yogyakarta pada 14 Rabiul Awal 1366 Hijriah atau tepatnya di tanggal 5 Februari 1947, HMI yang digagas oleh sosok pahlawan nasional Lafran Pane bersama rekan-rekannya disebut-sebut sebagai salah satu organisasi mahasiswa Islam tertua di Indonesia.
Baca Juga : Cegah Perang Sarung dan Tawuran saat Ramadan, Satpol PP Gencarkan Patroli Asuhan Rembulan
Namun, sebelum berdirinya HMI di Yogyakarta, telah berdiri organisasi mahasiswa Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) pada tahun 1946 yang terdiri dari mahasiswa Sekolah Tinggi Teknik, Sekolah Tinggi Islam dan Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada. Di mana aktivitas dari PMY inilah yang menjadi alasan terbentuknya HMI.
Hal itu dikarenakan PMY kurang mementingkan kepentingan para mahasiswa Islam yang mengutamakan nilai-nilai keagamaan dalam menjalankan roda organisasi. Terlebih lagi, PMY berisi anggota yang didominasi oleh kalangan Partai Sosialis yang dianggap tidak sesuai dengan tujuan para mahasiswa Islam yang mengutamakan nilai-nilai keagamaan.
Penolakan terhadap dominasi Partai Sosialis di tubuh PMY tidak hanya berasal dari kalangan mahasiswa Islam, namun juga melibatkan mahasiswa Kristen, mahasiswa Katolik, dan berbagai kalangam mahasiswa yang masih mengutamakan nilai-nilai keagamaan dalam menjalankan roda organisasi.
Maka dari itu, para mahasiswa Islam yang resah dengan kondisi itu memutuskan untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang terpisah dari PMY. Hal itu bertujuan agar para mahasiswa Islam bisa mendapatkan wadah untuk memperjuangkan nilai-nilai Agama Islam melalui organisasi mahasiswa yang didirikan.
Dengan kondisi itu, mahasiswa semester I Sekolah Tinggi Islam yang sekarang bernama Universitas Islam Indonesia (UII) asal Tapanuli Selatan yakni Lafran Pane menginisiasi diskusi bersama rekan-rekannya untuk mendirikan sebuah organisasi mahasiswa yang berlandaskan nilai-nilai Agama Islam.
Lalu, ketika dukungan dari mahasiswa lainnya telah cukup, pada November 1946, Lafran Pane mengundang rapat para mahasiswa untuk membahas pembentukan serta pendirian organisasi mahasiswa yang berlandaskan nilai-nilai Agama Islam.
Setidaknya sekitar 30 mahasiswa Islam dari Sekolah Tinggi Islam, Sekolah Tinggi Teknik dan Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada yang berasal dari PMY dan Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) hadir dalam rapat tersebut.
Namun, dari rapat yang dihadiri kurang lebih 30 mahasiswa tersebut tidak tercapai kata sepakat terkait dengan pembentukan organisasi yang mewadahi para mahasiswa Islam.
Melansir dari buku Sejarah Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam (1947-1975) karya Agussalim Sitompul, di tengah kondisi penolakan seperti itu, Lafran Pane langsung menggelar rapat dadakan tanpa undangan dengan mengambil jam kuliah tafsir di Sekolah Tinggi Islam yang diampu oleh Husein Yahya.
Akhirnya pada 14 Rabiul Awal 1366 Hijriah atau bertepatan dengan tanggal 5 Februari 1947 di salah satu ruang kuliah Sekolah Tinggi Islam di Jalan Setyodiningratan Nomor 30 (sekarang Jalan Senopati Yogyakarta), Lafran Pane langsung berdiri di depan kelas.
Baca Juga : Banjir Rob dan Angin Kencang Rusak Sejumlah Warung di Pantai Serang Blitar
Lafran Pane langsung menyatakan secara tegas dan lantang bahwa pada hari ini digelar rapat pembentukan organisasi mahasiswa Islam yang anggaran dasarnya telah disiapkan.
"Hari ini adalah rapat pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena semua persiapan yang diperlukan sudah beres," tegas Lafran Pane.
Kemudian, Lafran Pane meminta sang dosen yakni Husein Yahya untuk memberikan sambutan pada rapat pembentukan organisasi mahasiswa Islam tersebut. Namun, Husein Yahya menolaknya karena kurang memahami maksud dan tujuan rapat tersebut.
Lafran Pane pun menyerukan, bahwa pada hari ini bukan lagi memperdebatkan perlu atau tidaknya ataupun setuju atau tidak setuju untuk mendirikan organisasi mahasiswa Islam.
Dalam rapat tersebut, Lafran Pane menyampaikan, apapun bentuk penolakan terhadap pendirian organisasi mahasiswa Islam, tidak menyurutkan semangat dan niat baik pendirian organisasi mahasiswa Islam.
Alhasil, dalam rapat yang dihadiri Lafran Pane bersama 14 mahasiswa lainnya yakni Karnoto Zarkasyi (Ambarawa), Dahlan Husein (Palembang), Siti Zainah (istri Dahlan Husein-Palembang), Maisaroh Hilal (Cucu KH. Ahmad Dahlan-Singapura), Soewali (Jember), Yusdi Ghozali (pendiri PII-Semarang), Mansyur, M. Anwar, Toha Mashudi (Malang), Hasan Basri (Surakarta), Marwan (Bengkulu), Zulkarnaen (Bengkulu), Tayeb Razak (Jakarta), dan Bidron Hadi (Yogyakarta), disepakati berdirinya organisasi mahasiswa Islam yang bernama Himpunan Mahasiswa Islam atau HMI.
Di mana pada saat pertama HMI didirikan, memiliki dua tujuan utama, yakni:
1. Mempertahankan Negara Republik Indonesia dan meningkatkan martabat Rakyat Indonesia.
2. Menegakkan serta mengembangkan ajaran Agama Islam.
Di awal berdirinya, HMI juga turut andil dalam menggempur Agresi Militer I Belanda tahun 1947. Para kader HMI turut angkat senjata mempertahankan NKRI sesuai tujuan pertama didirikannya HMI. Lalu pada tahun 1948, HMI juga berperan dalam melawan pemberontakan PKI di Madiun.
Lalu di tahun 1963-1966, PKI bersama organisasi merah lainnya, yakni Partindo hingga Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) terus melayangkan tudingan bahwa HMI merupakan organisasi kontrarevolusioner.
PKI pun mendesak Presiden RI Ir. Soekarno untuk membubarkan HMI. Namun, Soekarno malah menyebut HMI merupakan alat revolusi. Seiring berjalannya waktu, HMI terus berdiri tegak dan PKI beserta organisasi sayapnya akhirnya dibubarkan.
Di usia yang tidak lagi muda, HMI telah melahirkan kader-kader berkualitas dan memiliki kontribusi nyata dalam perjuangan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Di antaranya Lafran Pane, HMS. Mintaredja, A. Dahlan Ranuwihardjo, A. Tirtosudiro, Deliar Noer, Sulastomo, Nurcholish Madjid, Buya Ahmad Syafi'i Ma'arif, Ahmad Wahib, Mahbub Djunaidi, Agussalim Sitompul, Akbar Tandjung, Ridwan Saidi, Chumaidy Syarif Romas, AM. Fatwa, Jusuf Kalla dan Aniswati Rochlan M. Kamaludin.
Selain itu ada nama Yahya Cholil Staquf, Saifullah Yusuf, Abdullah Hehamahua, Mohammad Mahfud MD, Azyumardi Azra, Abdul Malik Fajar, Artijo Alkostar, Harry Azhar Azis, Eggy Sudjana, Hamzah Haz, Amien Rais, Karni Ilyas, Fahmi Idris, Busyro Muqoddas, Jimly Ashiddiqie, Bambang Widjojanto, Zulkifli Hasan, Yusril Ihza Mahendra, Hidayat Nur Wahid, Anies Rasyid Baswedan, hingga Alfiansyah Bustami Komeng.