JATIMTIMES - Kasus pencabulan di lingkungan pondok pesantren (ponpes) di Kabupaten Malang kembali mencuat. Beberapa kasus menyita perhatian publik karena terjadi pada anak di bawah umur dan pelakunya oknum di ponpes itu sendiri.
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Malang pun mengimbau korban tak ragu melapor.
Baca Juga : Doyan Nonton Konten Dewasa, Tersangka Begal Payudara Terancam Rayakan Ulang Tahun di Penjara
Untuk melakukan langkah antisipasi, salah satu upayanya yakni melalui pembentukan satuan tugas (satgas). Satgas tersebut didorong agar ada pembentukan tim pengawasan dan pengaduan.
"Harus ada pembentukan tim satgas perlindungan anak di setiap pondok pesantren. Tugas tim ini harus bisa memberikan pengawasan terutama antarsantri dan santriwati dan antara ustaz yang mengajar dengan santri," ujar Kepala DP3A Kabupaten Malang Arbani Mukti Wibowo.
Upaya tersebut harus ada karena kasus yang sering terjadi lantaran kemungkinan tidak adanya pengawasan yang melekat. Terutama bila santriwati diajar oleh ustaz laki-laki. "Kami harapkan, kalau memang santriwati yang mengajar juga harus ustazah. Jadi, sama-sama perempuan. Tapi kalau bimbingannya oleh ustaz laki-laki, pada awal mula niatnya mengajar baik, takutnya kalau itu terlalu sering menjadi hak yang salah," jelasnya.
Dengan satgas kekerasan anak dan adanya pengawas, pihaknya berharap di setiap pondok bisa mencegah dan mengurangi angka kekerasan. Baik itu kekerasan fisik atau verbal maupun seksual. Ia menekankan bahwa sebagai lembaga pendidikan, pondok pesantren haruslah ramah anak, dalam hal ini terhadap santri.
"Sehingga mungkin itu bisa dilakukan oleh ponpes. Selain dari pembentukan satgas. Terus terang, kami sayang dengan ponpes. Jangan sampai orang nanti jadi tidak percaya lagi kalau masih kasus di ponpes. Bisa semuanya terimbas," tambah dia.
Mantan kepala Dinas Kesehatan itu menyampaikan satgas juga berfungsi sebagai pelapor ke pihak berwenang selain dari korban. Arbani mendorong agar siapa saja yang mendapatkan kekerasan tak ragu melapor. Salah satunya korban juga bisa melapor melalui website yang talah disediakan DP3A bernama Wadool. Laman resminya bida diakses di wadool.malangkab.go.id.
"Aplikasi berbasis website itu kami ciptakan. Harapan kami kalau itu diketahui masyarakat bisa meningkatkan keberanian melapor bila terjadi kasus kekerasan," imbuhnya.
Baca Juga : Polres Malang Tetapkan Pelaku Begal Payudara Jadi Tersangka
Sebagai informasi, kekerasan seksual di lingkungan lembaga pendidikan seperti pondok pesantren khususnya di Kabupaten Malang cukup menjadi sorotan publik.
Belum lama ini, terjadi dua kasus pencabulan yang akhirnya pelaku diproses hukum. Salah satu di antaranya yakni pengasuh ponpes di Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang, M. Tamyis. Ia sempat menjadi buronan lalu ditangkap setelah ditetapkan tersangka pencabulan kepada sekitar empat santriwatinya. Tamyis terbukti bersalah dan divonis 15 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Kepanjen, pada Senin (8/1/2024) siang.
Polres Malang belum lama ini juga telah menetapkan tersangka terhadap seorang kiai salah satu ponpes di Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang. Ia adalah Bagus Tamam (45).
Bagus Tamam ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pencabulan yang dilakukan terhadap santriwati, WT (18) yang tengah menempuh pendidikan agama di ponpes yang diasuhnya.