JATIMTIMES - Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 tengah memasuki masa penghitungan suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Selain itu, banyak lembaga survei yang telah melakukan quick count atau perhitungan cepat. Hasil quick ciunt pun saat ini sudah dapat memprediksi siapa yang akan masuk pemerintahan dan siapa yang berpotensi menjadi oposisi.
Soal partai oposisi juga disampaikan pakar ilmu pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB) Dr Mochtar Haboddin SIP MA. Ia menjelaskan bahwa secara teoritis, seseorang yang kalah akan menjadi oposisi. Sementara yang menang akan memimpin pemerintahan.
Baca Juga : Undang Instruktur Nasional dari APDI, Dosen UM Ikuti Pelatihan dan Sertifikasi Pilot Drone
Namun jika bicara konteks politik di Indonesia, akan tetap ada partai politik yang selalu menjaga dan mengawasi supaya keseimbangan dalam pemerintahan terjaga.
"Tapi kenyataannya bisa dilihat sudah ada konsolidasi yang lebih cepat dilakukan oleh sang pemenang daripada yang kalah," ungkapnya, Jumat (23/2/2024).
Alumnus Universitas Gajahmada ini memprediksi hanya dua partai politik yang berada di luar pemerintahan, yaitu PDIP dan PKS. Sedangkan partai lain lebih berpotensi tergoda dan merapat pada satu kubu.
“Boleh jadi yang masih konsisten bagi saya yang megang tagline perubahan boleh lah PKS di sisi satu dan di sisi lain ada PDIP. Tetapi, di luar dua partai itu boleh jadi akan tergoda dengan politik, karena orang berada di luar kekuasaan itu sebenarnya tidak bagus, untuk konteks Indonesia ya," ucap Mochtar.
Lebih lanjut dijelaskan, partai besar dan berpengalaman seperti Golkar l akan selalu tertarik dan melirik pemerintahan. Sebab, Golkar akan merasa tidak nyaman jika berada di luar kekuasaan. Selain itu, Mochtar menyebut partai tertentu bahkan sampai rela tidak mencalonkan ketuanya demi melihat siapa yang memiliki peluang untuk menang.
“Golkar ini tahu betul kalau misalnya di luar kekuasaan itu rasanya tidak nyaman. Apalagi tahun 2029 boleh jadi pertarungannya akan lebih sengit karena pemain baru, boleh jadi dari sisa-sisa kemarin yang muncul, atau dari calon-calon baru, entah dari partai atau non-partai,” ucapnya.
Terkait pertemuan Jokowi dengan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, Mochtar memastikan
hal tersebut sebagai langkah dan pembahasan soal peluang mereka bersama lagi di pemerintahan.
Baca Juga : Ada Wajah Baru, Ini 5 Caleg Dapil Klojen yang Bakal Duduk di Kursi DPRD Kota Malang
"Ya dugaan saya mungkin seperti ini. Tapi ya sudahlah pesta sudah selesai, saatnya kita membangun kekuatan untuk membangun Indonesia bersama. Mungkin seperti itu pembicaraanya," ungkapnya.
Selain itu, Mochtar memprediksi bahwa komposisi menteri pada kabinet 2024-2029 akan diisi oleh ketua partai. Hal ini yang paling memungkinkan dan menjadi sebuah peluang strategis yang dapat dimanfaatkan.
Ketika tidak ingin menjadi oposisi, maka menjadi bagian dari pemerintahan adalah pilihan. Di sisi lain, mengambil ketua-ketua partai dan diberi jabatan tentu dapat dibaca sebagai langkah ataupun upaya meminimalisasi oposisi oleh penguasa.
"Itu yang saya lihat 5 tahun terakhir, bahwa yang punya potensi resistensi, yang punya potensi untuk melawan dan bergerak sebagai oposisi, dirangkul semuanya dan ditawarkan kekuasaan," ujarnya.
Mochtar juga berpendapat bahwa di Indonesia ada pemisah antara ideologi dan realita yang ada. Artinya kejelasan ideologi masing-masing masih belum jelas. “Karena kita tidak jelas ideologinya, ya sudah akhirnya apa; loncat kanan, loncat kiri. Ditawari jadi menteri, bisa jadi ya sudah loncat lagi," pungkas Mochtar.