free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Politik

Ramai Soal Pejabat Negara Boleh Kampanye, Begini Kata Pakar

Penulis : Anggara Sudiongko - Editor : A Yahya

26 - Jan - 2024, 23:15

Placeholder
Ilustrasi (pixabay)

JATIMTIMES - Pernyataan Presiden Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut presiden boleh memihak dan kampanye, masih ramai menjadi bahasan publik. Jokowi menyebut, bahwa hal itu boleh dilakukan asal tidak menggunakan fasilitas negara. 

"Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja, yang paling penting, presiden itu boleh loh kampanye, presiden boleh loh memihak. Boleh," kata Jokowi saat memberikan keterangan pers di Lanud Halim Perdanakusuma, Rabu (24/1/2024). 

Baca Juga : Atasi Penyebaran LSD pada Ternak, Disnakan Siapkan 10 Ribu Dosis Vaksin Tahun 2024

Lantas, bagaimana pendapat pakar atau akademisi tentang hal tersebut ?.

Dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya (FIA UB), Andhyka Muttaqin S Ap M AP, menjelaskan, bahwa aturan soal kampanye telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). 

Dalam UU tersebut, perihal Kampanye Pemilu oleh Presiden dan Wakil Presiden dan Pejabat Negara Lainnya terdapat pada bagian kedelapan. Pasal 299 menjelaskan tentang
hak kampanye presiden dan wakil presiden serta pejabat lainnya. 

Meski boleh berkampanye, namun tidak boleh memakai fasilitas negara, hal ini sesuai yang diatur dalam undang-undang pemilu pada pasal 304. Tetapi, masih ada fasilitas negara yang itu dibiayai oleh APBN sesuai pasal 305 dan hal ini melekat pada presiden seperti keamanan, protokoler dan lain sebagainya yang mengikat. 

"Memang betul ada aturan yang mengikat, tetapi apakah itu etis?. Dan pejabat yang melakukan kampanye seperti presiden harus melakukan cuti yang diajukan ke pimpinan, pertanyaannya presiden itu atasannya siapa?.  Pernyataan tersebut yang di sampaikan ketua KPU, "Ikut Kampanye, Jokowi Harus Ajukan Cuti ke Presiden", jelasnya.

Konsekuensi atas hal ini, publik dapat kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah.   Selain itu, publik dapat berstigma jika aparat pemerintah justru merupakan beban dari kehidupan dan bukan malah menjadi sebagai solusi atas permasalahan mereka.

"Perlu diingat kembali tentang pentingnya aparat pemerintah atau pejabat publik untuk tunduk pada etika yang melingkupi dirinya, yakni etika kekuasaan atau etika publik," jelasnya.

Lebih lanjut, etika lebih dipahami sebagai refleksi atas baik atau buruk, benar atau salah atau bagaimana melakukan yang baik atau benar. Sedangkan moral mengacu pada kewajiban untuk melakukan yang baik atau apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang dalam hal ini adalah pejabat publik. 

Lebih lanjut dijelaskan, dalam sebuah organisasi yang besar seperti halnya negara, para pemangku  kepentingan, khususnya pejabat perlu memahami tentang pentingnya kesamaan semangat dan perilaku yang produktif agar tujuan pelayanan publik tercapai dengan baik. 

Sebuah teori dari Frederickson dan Hart (1985:551) mengatakan: "public servants must be both moral philosophers and moral activists, which would require: first, an understanding of, and belief in, regime values, and second, a sens of extensive benevolence for the people of the nation."

Artinya, Pegawai negeri harus menjadi filsuf moral dan aktivis moral, yang akan membutuhkan: pertama, pemahaman tentang, dan keyakinan terhadap, nilai-nilai rezim, dan kedua, rasa kebajikan yang luas bagi rakyat bangsa".

Baca Juga : Sosok Prabowo di Mata SBY: Cakap Memimpin Indonesia

Dijelaskan, bahwa sebagai pelaksana kepentingan umum, para pejabat wajib mengutamakan aspirasi masyarakat dan peka terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat.
Dan sebagai manusia yang bermoral, pejabat dan jajarannya harus memperhatikan nilai-nilai etis di dalam bertindak dan berperilaku. 

Dengan kata lain, seorang pejabat dan pegawai pemerintahan harus memiliki kewaspadaan profesional dan kewaspadaan spiritual. Mereka wajib menaati prosedur, tata kerja dan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh organisasi pemerintah. 

"Yang harus dipahami bahwa setiap jabatan dalam organisasi publik mengandung implikasi kekuasaan (power, authority). Kekuasaan itu dimiliki oleh setiap pejabat di dalam setiap jenjang organisasi," katanya.

Artinya, kekuasaan dimiliki setiap pejabat publik mulai dari level presiden hingga level bawah, seperti misalnya seorang pegawai sebuah kecamatan yang tugasnya melayani perpanjangan KTP memiliki kekuasaan dalam lingkupnya.

Tentunya jelas, bahwa presiden memiliki kekuasaan yang luas untuk memimpin sebuah negara. Kebijakan yang diambil oleh seorang presiden tentu akan sangat berpengaruh karena kekuasaan yang dipegangnya.

"Semakin tinggi dan luas kekuasaan seorang pejabat, semakin besar juga implikasi dari penggunaan kekuasaan bagi warga masyarakat," bebernya.

Oleh sebab itu, azas etika publik mensyaratkan agar setiap bentuk kekuasaan pejabat dibatasi dengan norma etika maupun norma hukum. Etika publik juga mengharuskan agar setiap kekuasaan dipergunakan dengan tanggung jawab sesuai dengan lingkupnya masing-masing. 

"Setiap apa yang dilakukan oleh pejabat publik mempunyai pengaruh di masyarakat," pungkasnya.


Topik

Politik Jokowi Jokowi kampanye brawijaya Andhyka Muttaqin



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Anggara Sudiongko

Editor

A Yahya