JATIMTIMES - Kenyataan di lapangan, pupuk bersubsidi di pedesaan itu memang langka. Kadang-kadang masyarakat petani tidak punya pupuk kalau mau memupuk tanaman di lahan pertanian sehingga sering kebingungan.
Ungkapan tersebut disampaikan Sulhak, salah seorang petani Desa Segobang, Kecamatan Licin, Banyuwangi, kepada wartawan media ini di rumahnya.
Baca Juga : Utang Tetaplah Utang, Ini Doa agar Bisa Melunasinya
Menurut Sulhak, tidak jarang petani di desanya sampai harus membeli pupuk ke wilayah Rogojampi dengan meminta bantuan orang lain. ”Jadi, seandainya dia membelinya itu Rp 120 ribu, karena beli di Rogojampi, harganya menjadi Rp. 150 ribu. Itu pun kadang-kadang barangnya itu juga nggak ada. Nunggu sampai 10 hari sampai dengan 15 hari,” ungkap Sulhak.
Dia menuturkan, kelangkaan pupuk itu masalah klasik bagi petani yang merupakan wong cilik di pedesaan. Salah satu akibat terkait kelangkaan pupuk adalah padi yang ditanam tidak ada buahnya dan batangnya menguning. “Dalam bahasa Jawa itu nyebutnya muncang,” ujar Sulhak.
Terkait dengan anjuran pemerintah agar petani beralih menggunakan pupuk organik, Sulhak mengatakan penggunaan pupuk organik bagi warga Segobang tidak berlaku. Pasalnya, kalau menggunakan pupuk organik itu buahnya lama. “Di Desa Segobang, ada yang memakai tetapi hanya beberapa petani,” tambah Sulhak.
Sulhak menambahkan kondisi Desa Segobang bukan seperti Banyuwangi wilayah selatan. Jadi, untuk setiap harinya ada petani yang tanam padi. "Harapan saya setidaknya setiap bulan tersedia pupuk sebesar 5 ton sampai 10 ton untuk satu desa,” imbuhnya.
Bahkan untuk Desa Segobang, idealnya itu masyarakat membutuhkan 15 ton satu bulan. Sebab, jenis tanaman yang ditanam petani bermacam-macam. Saat ini warga Segobang menanam cabai.
Baca Juga : Jalan Menuju Balekambang Dilebarkan, Pemkqb Malang Gelontor Rp 85 Miiiar untuk Bebaskan Lahan
“Masyarakat membutuhkan pupuk bersubsidi yang harga normal sekitar Rp 120 ribu. Sementara pupuk non subsidi satu sak Rp 515.000, sehingga pupuk nonsubsidi jarang masyarakat untuk membelinya,” ujarnya.
Menurut Sulhak, keseimbangan pupuk dan padi di desanya bisa dilihat masa bulan. Mulai bulan 10 sampai bulan 12 yang akan panen itu kondisinya baik dan relatif seimbang.
“Terkadang petani sering dihadapkan kondisi pupuk barangnya sulit, harganya mahal dan produksinya kurang serta harga jual gabahnya murah. Karena seharusnya harga gabah itu Rp 5.000 per kilogram lebih itu normal. Kalau di bawah Rp 5.000 hancur petaninya,” pungkas Sulhak.