JATIMTIMES - Ahli hukum tata negara dan pengamat politik Refly Harun memberikan kritik kepada lembaga survei.
Kritikan tersebut dia sampaikan lewat akun You Tubenya, Refly Harun, dengan judul: Terbongkar!Cara Lembaga Survey Main Rekayasa, Ketahuan, Ngacir!!!
Baca Juga : Kota Batu Padat, Yuk Perhatikan Rambu-Rambu Manfaatkan Jalur Alternatif
Refly Harun membuat video tersebut setelah melihat pengakuan dari ekonom atau pengamat ekonomi Yanuar Rizky yang tak sengaja jadi sasaran responden dari sebuah lembaga survei. Lembaga survei itu, kata dia, juga merupakan salah satu lembaga survei teratas dan berpengaruh di Indonesia. Namun tak sampai disebutkan namanya.
“Pengamat ekonomi tahu betul bagaimana itu, untuk pertanyaan menguntungkan calon tertentu atau tak menguntungkan calon lain,” ujarnya.
Menurut Refly, saat ini lembaga survei tersebut kepentok karena yang disurvei Yanuar Rizky seorang ekonom. Pengamat ekonomi yang paham betul.
“Maka jangan heran kalau misal si A tak pernah kampanye di luar, tak pernah terbukti mampu melakukan mobilisasi massa atau partisipasi, tetapi survey selalu baik,” ujarnya.
Tapi kebalikannya yang terjadi jika si B misalnya hadir dan diterima secara baik tetapi nomornya tak pernah nomor satu. Sehingga ini menjadi persoalan.
“Kalau begitu, lembaga survei jadi parasit demokrasi. Lembaga ini dibayar kemudian mengarahkan pada calon atau kandidat tertentu,” tegasnya.
Dia melanjutkan lembaga survei sudah memiliki kecenderungan atau framing opini dengan pilihan berganda pada responden. “Dari tuntutan pertanyaan, kita pun bisa menyimpulkan sosok mana yang ingin diangkat lembaga survei tersebut,” tegas dia.
Refly kemudian mencontohkan pertanyaan potensial A ada terkait kinerja dengan opsi percaya atau tidak. Namun anehnya kemudian pada kandidat lain tak ada pertanyaan serupa seperti itu.
Dari sini Refly berani mengambil kesimpulan bahwa kelakuan lembaga survei maju tak gentar membela yang bayar. “Preferensi ini lah yang menggerakkan lembaga survei. Preferensi ini tak lepas dari pemodal,” bebernya.
Sebab itu, Refly mengaku tercengang ketika ada lembaga survei yang mematok kontrak hingga Rp 100 miliar dalam setahun. “Maka jangan heran kalau ada lembaga survei yang lakukan setiap bulan. Seolah setiap bulan bisa berubah pemikiran seseorang,” bebernya.
Karena itu, kemudian lembaga survei ini dituntut melakukan survei sesuai kontrak. “Yang dimenangkan yang menyewa. Rasanya tak mungkin surveinya buruk orang yang ingin dipopularitaskan bohirnya. Dan ini besar pengaruhnya terhadap pemenangan seseorang,” tegas Refly kembali.