JATIMTIMES– Teguran keras dari Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Blitar, Roma Hudi Fitrianto, menjadi sorotan publik. Namun, ini bukan kali pertama kinerja Bawaslu Kota Blitar disorot. Sebelumnya, lembaga ini juga pernah dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas dugaan kurangnya profesionalisme dan integritas dalam menjalankan tugasnya.
Advokat Kota Blitar, Haryono, menjadi pihak yang melaporkan tiga komisioner Bawaslu Kota Blitar ke DKPP pada November 2024. Ia menuding mereka gagal menjalankan fungsi pengawasan secara tegas. “Bawaslu sangat tidak profesional dalam menangani laporan dugaan pelanggaran pemilu. Penghentian laporan dilakukan tanpa alasan yang jelas,” kata Haryono saat diwawancarai pada 4 November 2024.
Baca Juga : Pendaftaran PPPK 2024 Tahap 2 Resmi Ditutup, ini Tahapan Selanjutnya
Haryono menjelaskan bahwa laporan terkait dugaan pelanggaran pemilihan oleh Ketua dan Anggota KPU Kota Blitar telah diserahkan ke Bawaslu pada 16 Oktober 2024. Namun, penanganannya justru berakhir tanpa kejelasan. "Kami tidak diberi penjelasan rinci mengapa laporan itu dihentikan. Hal ini mencederai prinsip transparansi," tambahnya.
Rekam jejak ini memperburuk posisi Roma di tengah kontroversi terkini di sidang sengketa Pilkada Blitar di MK. Dalam sidang dengan perkara nomor 141/PHPU.WAKO-XXIII/2025, Roma mendapatkan teguran langsung dari Wakil Ketua MK Saldi Isra karena dinilai tidak kooperatif dan cenderung mengada-ada dalam memberikan kesaksian.
Sidang yang digelar pada Jumat, 17 Januari 2025, di Ruang Sidang Panel 2 MK Jakarta, memperdebatkan rekomendasi Bawaslu Kota Blitar terkait pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di beberapa TPS. Saldi Isra secara khusus menyoroti dasar hukum dan alasan di balik keputusan tersebut. “Apa alasan Anda merekomendasikan PSU?” tanya Saldi.
Roma memberikan jawaban normatif, menyebut adanya permasalahan di TPS. Namun, ketika diminta membacakan alasan resmi yang tercantum dalam dokumen, ia terlihat bingung. “Coba sebutkan dua TPS saja dari 13 TPS itu. Bacakan alasan konkretnya,” tegas Saldi.
Alih-alih menjawab, Roma justru terlihat mengarang jawaban, membuat majelis hakim semakin kesal. “Jangan karang-karang jawaban. Bacakan apa yang tertulis,” tegur Saldi dengan nada tegas.
Sidang ini menjadi bukti nyata lemahnya koordinasi dan profesionalisme di tubuh Bawaslu Kota Blitar. Pengamat politik dari Universitas Airlangga, Dr. Rini Kartikasari, menilai bahwa kejadian ini mencerminkan rendahnya standar akuntabilitas lembaga pengawas pemilu di tingkat daerah. “Integritas penyelenggara pemilu adalah kunci menjaga demokrasi. Ketika kepercayaan publik pada lembaga ini runtuh, seluruh proses pemilu bisa kehilangan legitimasi,” ujarnya.
Baca Juga : Pemkot Blitar Gencarkan Vaksinasi PMK, Dewan Imbau Peternak Proaktif
Bagi warga Kota Blitar, kasus ini bukan sekadar polemik biasa. Hasil sidang MK akan menentukan apakah PSU di TPS-TPS terkait perlu dilaksanakan ulang atau tidak. Jika dugaan kesaksian palsu terbukti, maka kredibilitas Bawaslu Kota Blitar sebagai lembaga pengawas pemilu akan semakin runtuh.
Ke depan, sidang lanjutan di MK tidak hanya menjadi ujian bagi Roma Hudi Fitrianto, tetapi juga untuk institusi Bawaslu secara keseluruhan. Seperti yang disampaikan oleh seorang warga Blitar yang mengikuti sidang secara daring, “Kami tidak hanya ingin hasil pemilu yang adil, tetapi juga proses pengawasan yang transparan dan terpercaya.”
Apapun keputusan MK nantinya, kasus ini telah menjadi catatan penting bagi perjalanan demokrasi lokal di Blitar. Sebuah pelajaran bahwa lembaga penyelenggara pemilu harus terus diawasi agar tidak menyimpang dari prinsip dasar demokrasi: integritas, profesionalisme, dan transparansi.