JATIMTIMES - Kompleks Masjid Al Aqsa di Kota Lama Yerusalem, Israel, merupakan situs suci bagi tiga agama yaitu Islam, Kristen dan Yahudi. Bagi umat Islam sendiri, situs suci ini disebut sebagai al-Haram al-Sharif (The Noble Sanctuary). Sementara orang Yahudi menyebutnya sebagai Har-ha-Bayit (Temple of Mount).
Kompleks Al Aqsa ini juga menjadi rumah bagi dua bangunan suci umat Islam yaitu Masjid Al Aqsa dan Dome of the Rock. Al Aqsa berada di bawah kekuasaan Israel sejak perang Arab-Israel di tahun 1967. Akan tetapi, situs-situs suci di kompleks Al Aqsa dikelola dengan hati-hati dan berada di bawah pengawasan Yordania.
Baca Juga : Bupati Meranti Resmi Jadi Tersangka dalam Tiga Kasus Korupsi
Dibawah aturan status quo, hanya umat Muslim yang diizinkan melakukan kegiatan keagamaan di Al Aqsa. Sementara untuk Yahudi dan non-Muslim hanya diizinkan untuk berkunjung dan dilarang beribadah.
Dikutip dari Middle East Eye alasan Yahudi dan non-Muslim tidak diizinkan beribadah di Al Aqsa yakni sebagai berikut :
Orang Yahudi hanya bisa memanjatkan doa-doa dan kegiatan keagamaan di Tembok Barat atau yang lebih populer disebut Tembok Ratapan. Tempat suci bagi umat Yahudi ini terletak di bagian luar Temple of Mount.
Alasan pertama yakni pada tahun 1517, Kekaisaran Ottoman merebut Yerusalem dan menguasai kota itu selama 400 tahun, sebelum direbut Inggris dalam Perang Dunia I.
Berbagai upaya pun dilakukan Kekaisaran Ottoman untuk mencegah bentrokan di situs, baik itu antara Yahudi dan Muslim, juga berbagai kelompok Kristen yang mengklaim tempat-tempat suci di Yerusalem. Dan akhirnya, pada tahun 1757 Sultan Oman III mengeluarkan dekrit yang menetapkan apa yang kini dikenal sebagai Status Quo.
Status quo ini lah yang menegaskan bahwa non-Muslim hanya boleh berkunjung dan dilarang beribadah di Al Aqsa. Sementara hak bagi orang Yahudi adalah menggunakan Tembok Barat untuk berdoa.
Sedangkan untuk alasan yang kedua yakni karena orang Yahudi dianggap 'tidak suci' untuk masuk ke area Al Aqsa.
Baca Juga : Silaturahmi di Masjid At-Taqwa, Wali Kota Kediri Senang Ada Tanda Memakmurkan Masjid
Menurut Kepala Rabi Israel, yang diakui hukum sebagai otoritas rabi tertinggi Yudaisme, Temple of Mount adalah tempat Maha Kudus atau tempat hadirat Tuhan turun. Sehingga menginjakkan kaki di situs suci itu sama saja melakukan penistaan. Adapun dekrit tersebut sudah dikeluarkan oleh Kepala Rabbi Yerusalem sejak tahun 1921.
Para rabi pun mengikuti pandangan dari Maimonides bahwa Shechinah (kehadiran ilahi) masih ada di lokasi sisa Bait Allah. Orang yang masuk ke area Temple Mount tanpa ritual penyucian, dapat dihukum dengan kareth (kematian karena ketetapan surgawi).
Namun meski pelarangan ibadah umat Yahudi didasarkan pada status quo dan kekhawatiran akan penodaan situs suci, namun beberapa waktu terakhir muncul berbagai upaya agar umat Yahudi bisa beribadah di Al Aqsa.
Banyak orang Yahudi religius melihat upaya penaklukan Temple Mount sebagai simbol besar, yaitu tanda akhir zaman seperti dinubuatkan dalam kitab suci.
Lalu bagi beberapa kelompok agama Yahudi, desakan mereka bukan sekadar ingin beribadah di dalam Temple Mount. Akan tetapi ada keharusan untuk membangun kembali Kuil Ketiga di situs tersebut, sebagai tanda turunnya Mesias dan Hari Penghakiman.