JATIMTIMES - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bangkalan paparkan hasil kinerjanya selama 2022 di ruangan Pelayanan Publik Terpadu dan Terpercaya (P2T2), Kamis (22/12/2022).
Namun, dari sekian kinerja yang disampaikan di hadapan awak media, Kejari nampaknya masih belum bisa menangkap eks Kades Kelbung yang terjerat kasus penyelewengan dana bantuan sosial Program Keluarga Harapan (Bansos PKH) di Desa Kelbung, Kecamatan Galis, Bangkalan.
Baca Juga : Mahasiswa UIN Malang Raih Medali Emas di Ajang Applied Science Project Olympiad 2022
Kasi Intel Dedi Franky berdalih, terkait Syamsuri eks Kades Kelbung, mengaku sudah lama pihaknya menetapkannya sebagai daftar pencarian orang (DPO). Bahkan gambarnya sudah disebar kemana-mana. Bahkan, kata Dedi, pihaknya sudah melayangkan surat permintaan bantuan penangkapan terhadap Kejaksaan Tinggi (Kejati) bahkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Jadi masih berproses untuk penangkapan terhadap si Syamsuri ini," kata Dedi kepada awak media saat konferensi pers capaian kinerja 2022 di Kejari Bangkalan.
Sementara itu, Kepala Kejari Bangkalan Fahmi menegaskan, bahwa yang bersangkutan (Syamsuri) agar kooperatif dan menyerahkan diri karena meskipun yang bersangkutan melarikan diri proses hukum tidak mungkin berhenti, melainkan akan tetap berlanjut.
Fahmi melanjutkan, tidak ada yang kebal hukum, oleh sebab itu dia meminta agar yang bersangkutan segera menyerahkan diri. "Jangan sampai kita limpahkan secara absentia, kalau itu sampai terjadi maka yang bersangkutan akan kehilangan pembelaan diri. Itu sangat merugikan, makanya saya minta segera menyerahkan diri," tegasnya.
Baca Juga : Jurnalis Banyuwangi Belajar Mitigasi Bencana
Untuk diketahui, selain Syamsuri, Kejari Bangkalan telah menangkap 5 orang tersangka lainnya. Saat ini telah dilimpahkan ke pengadilan. Dari 5 orang tersangka tersebut, diantaranya seorang koordinator kecamatan pendamping PKH berinisial AGA (37), sedangkan NZ dan AM sebagai pendamping PKH, dan SU merupakan istri eks Kades Kelbung, serta SI merupakan warga yang terlibat.
Kasus penyelewengan bantuan dana PKH ini modusnya tersangka mengambil kartu ATM PKH yang dimiliki oleh 300 keluarga penerima manfaat (KPM). Kartu tersebut kemudian dicairkan dan digunakan untuk kebutuhan pribadi para tersangka. Perilaku korupsi ini diketahui sejak 2017 hingga 2021. Akibat korupsi berjemaah ini, kerugian negara ditaksir Rp. 2 sampai Rp. 3 miliar.