JATIMTIMES - Ayah korban tragedi Stadion Kanjuruhan Naila D Angraini (14) dan Natasya D Ramadani (16), Devi Athok warga Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang masih memiliki keinginan untuk melakukan autopsi kepada anaknya.
Namun, ia juga meminta dukungan dari seluruh Aremania dan terutama kepada keluarga korban agar berani bersama dirinya untuk mengajukan autopsi.
Baca Juga : Rekam Tetangga Kos Lagi Mandi, Pria di Gresik Masuk Bui
Sebagai informasi, Devi Athok kehilangan kedua anaknya yakni Naila D Angraini (14) dan Natasya D Ramadani (16) beserta mantan istrinya yakni Debi Asta (35) dalam tragedi Stadion Kanjuruhan 1 Oktober 2022 lalu.
Ketiga orang yang sangat dekat dengannya itu kehilangan nyawa di gate 13 bersama ratusan Aremania dan Aremanita yang lain.
Sebelumnya, Devi Athok sempat mengajukan untuk dilakukan autopsi kepada kedua anaknya. Hal itu untuk mencari penyebab pasti kematian anaknya usai laga Arema FC vs Persebaya 1 Oktober 2022 lalu.
Namun, keinginan untuk melakukan autopsi batal dilakukan. Lantaran, ia merasa sendirian dan tidak ada yang mendukung.
“Saat diwawancara salah satu televisi nasional saya minta 131 (keluarga korban) kemarin untuk tergugah hatinya, jangan (hanya) saya,” kata Devi Athok saat ditemui di kediamannya, Rabu (19/10/2022).
Devi menyampaikan keinginan autopsinya itu kepada kuasa hukumnya, yang merupakan Ketua Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (TATAK) Peradi Kabupaten Malang, Imam Hidayat pada Senin, (10/10/2022) lalu.
“Saya ingin mengetahui secara pasti kematian anak saya. Karena kondisi jenazah kedua anak saya itu membiru dan menghitam, tidak ada sama sekali luka di badan, dan untuk kondisi Naila keluar busa dari hidungnya. Selain itu, dari kedua baju anak saya itu berbau menyengat seperti bau gas,” tegas Athok.
Namun pada 11 Oktober 2022, dia mengaku mulai didatangi polisi di kediamannya. Bahkan dia harus pulang lebih cepat dan meninggalkan aktivitas pekerjaan untuk menemui mereka. Beberapa hari selanjutnya, Devi terus didatangi aparat kepolisian bahkan hingga ada yang mengaku dari Mabes Polri.
“Mereka tanya tanya soal autopsi. Yang datang tak hanya satu, dua, tapi berombongan sampai berjejer di depan rumah. Ya keluarga saya takut lah,” beber Athok.
Merasa saking banyaknya, beberapa aparat dia tolak ketika hendak meminta berkomunikasi dengannya. Pintu rumahnya dia tutup dan segera meninggalkan mereka yang masih ada di luar rumah.
Baca Juga : Pria Blitar Tersengat Listrik Saat Ngecat Tembok, Evakuasi Berlangsung Dramatis
Kala itu, tak satupun pihak mendampinginya. Mental kuasa hukum yang mendampinginya saat itupun ciut mendapat kabar atas apa yang dialami Devi. Pihak LPSK pun juga tak kunjung datang hingga hari ini.
Puncaknya, pada 17 Oktober 2022, ketika tim Polda Jatim mendatangi rumahnya, perjuangan Devi dalam gerakan nyata Usut Tuntas pun akhirnya melemah. Dia menandatangani surat pembatalan autopsi untuk kedua putrinya.
“Pembatalan autopsi itu saya sampaikan langsung kepada pihak Polda ketika mereka ke sini,” ucap Athok.
Pria 43 tahun tersebut mengungkapkan dua alasan mengapa ia mencabut pernyataan melakukan autopsi. Yang pertama, kalau dilakukan autopsi, yang terlibat tidak hanya dari pihak polisi saja, melainkan juga ada pihak luar yang ikut dilibatkan.
“Kalau enggak ada hal itu, ya enggak usah (dilakukan autopsi). Lalu yang kedua, tidak ada keinginan dari para keluarga korban meninggal Tragedi Kanjuruhan untuk melakukan autopsi,” ungkap Athok.
Alasan lain Athok mencabut keinginan autopsi karena juga tidak ada keluarga korban yang lain juga menginginkan autopsi. Padahal hal tersebut bisa menjadi satu bentuk keadilan yang didapatkan oleh keluarga korban.
“Kenapa pihak keluarga dari korban meninggal Tragedi Kanjuruhan yang lainnya enggak ikut mengajukan autopsi. Kalau usut tuntas, ya harus berkorban dan jangan hanya bicara. Yang saya sesalkan sampai sekarang ini, kok cuma saya yang bikin pengajuan autopsi, yang lainnya kemana kok tidak ikut bikin pengajuan autopsi,” ungkap Athok.