JATIMTIMES - Polemik pembelian atribut pelantikan kepala desa (kades) di Gresik kembali dibahas. Komisi I DPRD Gresik kembali memanggil Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) untuk mendalami persoalan tersebut.
Ketua Komisi I DPRD Gresik Muchamad Zaifudin mengatakan, ada beberapa poin dari pertemuan kedua ini. Yakni, pembelian atribut yang dikoordinasi Dinas PMD telah menyalahi aturan karena tidak ada dasar hukumnya.
Baca Juga : Setelah Ketua DPD Perindo Kota Malang, Kini Wakil Ketua DPRD DIY Disebut Pro HTI, Berujung Laporan Polisi
Apalagi, dalam bedah anggaran pelantikan kepala desa sebesar Rp136 juta, juga tidak ada ploting untuk pembelian atribut. Bahkah, anggaran tersebut tidak semuanya terserap. Masih menyisakan sekitar Rp 50 juta.
Karena ini ranah evaluasi pemerintah, Komisi I DPRD Gresik akhirnya menyerahkan rekomendasi ke internal pemerintah. Dalam hal ini bupati Gresik dan Inspektorat Pemkab Gresik.
"Bupati dan Inspektorat agar menindaklanjuti hal ini serta melakukan pengawasan terhadap OPD yang lain," kata Udin -sapaan Muchamad Zaifudin- usai hearing dengan Dinas PMD di ruang Komisi I DPRD Gresik, Selasa (17/5/2022).
Sementara ,anggota Komisi I DPRD Gresik Wongso Negoro menambahkan, semangat Dinas PMD memang baik untuk memudahkan kepala desa yang akan dilantik. Namun, caranya yang salah.
"Ini menjadi evaluasi ke depan supaya tidak terulang lagi. Dan menjadi bahan kami apakah masalah atribut ini bisa dimasukan dalam APBD atau tidak. Tergantung cantolan hukumnnya," ungkapnya.
Plt Kepala Dinas PMD Suyono mengatakan, pembelian atribut merupakan usulan dari kepala desa yang akan dilantik saat itu tujuannya menyeragamkan semua atribut yang digunakan kepala desa.
"Dari 47 kepala desa, ada 44 orang yang hadir. Semuanya sepakat untuk pembelian atribut pelantikan," ujar Suyono usai hearing di ruang Komisi I DPRD Gresik.
Menurut dia, para kades tersebut mengacu pada pengalaman pelantikan tahun-tahun sebelumnya. Atribut yang dikenakan banyak yang tidak seragam. Apalagi, pelantikannya hanya simbolis.
"Ini yang dilantik satu-satu. Jadi, atributnya mesti seragam dan sama. Para kades juga mau ada kenang-kenangan saat momen pelantikan," imbuhnya.
Baca Juga : Deteksi Pelanggaran Lalin dari Mobil Polantas, Satlantas Polres Blitar Sosialisasikan dan Uji Coba INCAR
Sementara, salah satu kepala desa, Siti Nur Maslahah, menceritakan, saat rapat persiapan pelantikan kepala desa pada tanggal 11 April lalu, semua hadir sepakat untuk pembelian atribut dikoordinasi oleh PMD. "Hanya tiga orang yang tidak hadir dari Kecamatan Sangkapura, Bawean," ungkap Kepala Desa Banyuwangi, Kecamatan Manyar, tersebut.
Senada juga disampaikan Kepala Desa Sumari Arief. Menurut dia, pembelian atribut dengan nominal Rp 000 ribu per kades tergolong murah. Termasuk mendapat kenangan foto. Dan hasilnya semua seragam.
"Pengalaman sebelumnya saya beli atribut sendiri berupa pangkat. Tapi hasilnya beda dengan yang lain. Warnanya tidak seragam," ujarnya.
Atas dasar itu, pihaknya dan kades yang lain sepakat untuk membeli lewat koordinasi Dinas PMD. "Kalau kita foto sendiri di luar, sampai habis jutaan," pungkasnya.
Diketahui, pelantikan 47 kepala desa menjadi perbincangan publik karena diduga ada pungutan oleh Dinas PMD sebesar Rp 900 ribu per kepala desa. Uang tersebut digunakan untuk pembelian atribut pelantikan dan jasa foto. Di antaranya untuk pembelian pangkat PDU kades Rp 150 ribu, tanda jabatan PDU Rp 150 ribu, Korpri Rp 35 ribu, nametag Rp 25 ribu, cetak foto dan pigura 16 R penyerahan SK Rp 250 ribu.
Kemudian cetak foto dan pigura 16 R penyematan emblem Rp 250 ribu, compact disc dan lain-lain (cetak stiker nama serta tempatnya) Rp 40 ribu.