JATIMTIMES - Mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto telah diberhentikan dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) oleh MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran). Hasil keputusan MKEK pasca-rapat pleno MKEK IDI pada 8 Februari 202 yang merekomendasikan pemecatan Terawan pun beredar luas di media sosial.
Pemecatan Terawan dari keanggotaan IDI ini lantas mendapat banyak respons dari berbagai pihak. Terlebih, Terawan sempat mendapat gelar profesor kehormatan ilmu pertahanan bidang kesehatan militer dari Universitas Pertahanan (Unhan).
Baca Juga : Tagar #BubarkanIDI Trending Twitter, Sederet Tokoh Dukung Terawan hingga Berikan Testimoni
Gelar kehormatan Terawan itu tercantum dalam surat keputusan Rektor Unhan Laksamana Madya TNI Amarulla Octavian yang dibacakan oleh sekretaris senat akademik Unhan 12 Januari lalu.
Saat menerima gelar kehormatan tersebut, Terawan saat itu tengah berbicara mengenai peran sistem kesehatan militer dalam penanganan kesehatan global. Dia lalu berbicara tentang inovasi berupa vaksin Nusantara yang menjadi salah satu upaya mengatasi pandemi covid-19.
Terawan juga menjelaskan bahwa vaksin Nusantara dikembangkan dari sel dendritik yang menimbulkan efek samping minimal pada tubuh. Sel dendritik disebut sebagai pemicu imunitas sebagian besar yang dikembangkan sebagai imunoterapi keganasan, seperti kanker pankreas, tumor wilms, glioblastoma, melanoma, dan kanker paru.
"Vaksin Nusantara dibuat dari sel yang berasal dari tubuh sendiri atau autolog, sehingga efek sampingnya minimal," jelas Terawan kala itu.
Pemberian gelar terhadap Terawan juga dihadiri oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto.
Sederet Tokoh Dukung Terawan
Sederet tokoh negeri juga memberikan testimoni dan dukungannya kepada dokter Terawan. Seperti yang diungkapkan oleh Menko Polhukam Mahfud MD.
Mahfud mengaku pernah menjalani terapi cuci otak oleh dokter Terawan dan divaksin Nusantara. Ia mengatakan, sudah dua kali menjalani terapi cuci otak.
Karena merasa hasil terapi cuci otak bagus, Mahfud sampai mengajak istrinya untuk ikut terapi.
"Saya pernah dua kali cuci otak atau DSA (digital subtraction angiography) ke dokter Terawan. Yakni ketika masih ketua MK sekitar tahun 2011 dan pada tahun 2017. Saya bukan ahli medis. Tapi kalau perasaan saya sih hasilnya bagus. Keluhan langsung hilang. Makanya saya sampai dua kali dan yang kedua mengajak istri," kata Mahfud.
Mahfud juga pernah mendapatkan suntikan vaksin Nusantara yang dicetuskan Terawan. Ia mengaku, setelah mendapat vaksin Nusantara, imun tubuhnya meningkat.
Baca Juga : Upaya Turunkan Angka Pengguna Narkoba, 3 Hal Ini Jadi Prioritas BNN Kota Batu
Selain Mahfud, seniman Butet Kartaredjasa juga mengaku sebagai pasien dokter Terawan sejak tahun 2015. Menurut dia, keahlian Terawan telah dirasakannya dan bermanfaat bagi kesehatannya.
"Aku pasienmu. Percayalah, aku tetap pasienmu wahai dokter Terawan, sejak 2015. Keahlianmu pernah kurasakan manfaatnya," ujar Butet dikutip dari akun Instagram-nya.
Butet juga mendukung Terawan meski telah dipecat dari keanggotaan IDI. "Soal kode etik di organisasi profesi IDI bukan perkaraku. Silakan saja diselesaikan secara elegan, adil, dan beradab. Santai wae dokter. Uasuwoook," ucap Butet.
Komisi IX DPR RI yang membidangi kesehatan juga turut ramai-ramai membela Terawan. Anggota dewan pun mengusulkan agar IDI dipanggil ke Senayan.
"Saya sudah usulkan agar Komisi IX memanggil IDI untuk dimintai pertanggungjawaban pemecatan tersebut," kata anggota Komisi IX DPR RI Fraksi NasDem Irma Suryani Chaniago.
Irma menilai bahwa keputusan IDI ini terlalu arogan. Ia menyoroti soal uji kompetensi bagi para dokter muda yang masih relatif sulit saat ini. "NasDem justru melihat IDI selain arogan juga sangat eksklusif dan elitis," tandas Irma.
Irma juga mengatakan bahwa Indonesia masih butuh banyak dokter. "Tapi coba lihat bagaimana sulitnya dokter-dokter muda yang ingin bekerja akibat sulitnya uji kompetensi. Kalau tidak salah, ada 2.500 orang," sambung Irma.
Lebih lanjut Irma berpandangan IDI tak bisa menangani nasib para dokter muda tersebut dan justru berkeputusan memecat dr Terawan yang dia anggap sudah senior dan berpengalaman.
"Harusnya IDI mampu memperjuangkan hal-hal sepele seperti ini. Jangan dibiarkan dokter-dokter muda yang ingin mengabdi pada negara malah dibiarkan menganggur," lanjut Irma.