JATIMTIMES - Banyaknya pekerjaan yang tidak sesuai dengan rancangan awal akibat perbedaan harga, membuat Komisi III DPRD Trenggalek turun tangan. Masalah tersebut muncul akibat standar satuan harga (SSH) yang ada di lapangan dan peraturan bupati (Perbup) berbeda.
"Memang mengenai permasalahan ini merupakan kewenangan KPK untuk pelaksanaan sirup. Cuman yang terjadi saat ini satuan harga antara perencanaan dengan pelaksanaan terpaut cukup jauh," ucap Pranoto selaku Ketua Komisi III DPRD Trenggalek usai pimpin rapat bersama OPD mitra dan bagian Hukum, Rabu (26/1/2022).
Baca Juga : Gedung Uji KIR Diresmikan, Bupati Gus Yani: Pelayanan Harus Cepat, tidak Ruwet dan Transparan
Dijelaskan Pranoto bahwa permasalahan tersebut terjadi pada pelaksanaan APBD 2021. Menurutnya satuan harga yang ditetapkan dalam perencanaan akan berubah ketika dibelanjakan dalam pelaksanaan kegiatan.
"Jadi barangnya ada namun harga tidak sesuai karena dalam perencanaan telah ditetapkan, namun di pasaran saat pelaksanaan harga naik jauh. Tentu hal ini akan memberatkan rekanan yang tengah mengerjakan tender dari kita," jelas Pranoto.
Selain itu, politisi asal PDI-Perjuangan ini juga menyoroti standar harga tahun 2022 yang tercantum dalam Peraturan Bupati masih menggunakan standar harga tahun 2021. Menurut Pranoto standard harga yang ada di Perbup tidak sesuai dengan SSH.
"Rekanan yang mengerjakan sampling PJU pasti menangis atas kejadian ini. Menyikapi hal ini komisi III minta asisten daerah segera melakukan evaluasi. Jika ini dibiarkan, bukannya pembangunan jadi lebih baik, tapi bisa jadi malah sebaliknya," ucap Pranoto.
Pihaknya juga minta kajian dan revisi Perbup yang telah disahkan dievaluasi kembali. Menurut Pranoto, Perpres yang mengatur SSH harus disesuaikan dengan standar harga. Pasalnya yang terjadi saat ini tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
"Kita minta respon cepat TAPD, jangan sampai komisi pengawasan menemukan permasalahan ini. Jika hal ini sampai pada komisi pengawas, khawatirnya akan banyak kegiatan yang tidak sesuai standar," celetuk Ketua Komisi III DPRD Trenggalek.
Baca Juga : Omicron Mengancam, Pemkab Bondowoso Mulai Siapkan Ruang Isoter
Pranoto juga menuturkan bahwa sebelumnya penyusunan SSH dibentuk dari tiga tim analis, yakni pengairan, binamarga dan bangunan. Dari kerjasama ketika tim tersebut menghasilkan kumpulan harga dan selanjutnya dilakukan perubahan setelah disepakati.
"Jadi OPD juga harus aktif dalam melampirkan perubahan harga. Memang dari bidang pembangunan tidak tahu jika OPD pelaksana tidak ada masukan," cetusnya.
Dicontohkan Pranoto, seperti harga pasir umumnya di harga Rp 285 ribu, namun ketika masuk di daerah Kecamatan Munjungan sudah mencapai Rp 480 ribu. Jika melihat permasalahan ini, Pranoto menganggap wajar pekerjaan kurang sesuai.
"Evaluasi itu harus dilakukan, jika untuk membentuk tim evaluasi tidak ada anggaran komisi III siap mengawal penambahan pada PAK. Tahapan penyusunan SSH yang dipimpin oleh Bakeuda harus benar-benar dievaluasi dan dilaksanakan," pungkas Pranoto.