JATIMTIMES - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD ikut buka suara terkait judicial review (JR) advokat Yusril Ihza Mahendra terhadap Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat Tahun 2020 ke Mahkamah Agung (MA). Mahfud menyatakan bahwa gugatan tersebut sebenarnya tidak ada gunanya.
"Secara hukum, gugatan Yusril ini enggak akan ada gunanya. Karena, kalaupun dia menang, tidak akan menjatuhkan Demokrat yang sekarang," ujar Mahfud dalam diskusi virtual di Twitter, Rabu (29/9/2021) malam.
Baca Juga : Novel Baswedan Dkk Resmi Diberhentikan dari KPK Hari Ini
Seandainya gugatan tersebut memenangkan Yusril, itu hanya berlaku untuk pengurus Demokrat yang akan datang, bukan untuk yang saat ini. Artinya, kemenangan gugatan itu tidak berpengaruh terhadap kepengurusan Partai Demokrat yang tengah berjalan saat ini.
"Kalau mengabulkan enggak ada gunanya juga gitu. Karena pihak pengurus sekarang tetap dia, Agus Harimurti dan dia yang akan tetap memimpin," terang Mahfud.
Sebaliknya, Mahfud menilai bahwa langkah yang ditempuh Yusril seharusnya menggugat Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM yang mengesahkan AD/ART, termasuk kepengurusan Partai Demokrat periode 2020-2025.
Itu pun, gugatan tersebut harus diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Kalau mau dibatalkan, salahkan menterinya yang mengesahkan. Artinya, SK menterinya itu yang diperbaiki," ungkap Mahfud.
Mahfud menambahkan bahwa perselisihan terkait Moeldoko dan Partai Demokrat tidak ada gunanya. "Apa pun putusan MA, ya AHY, SBY, Ibas, semua tetap berkuasa (di Partai Demokrat) di situ Pemilu tahun 2024," imbuh Mahfud.
Selain itu, Mahfud juga mengungkapkan isi pertemuannya dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menkumham Yasonna Laoly soal polemik KLB Demokrat kubu Moeldoko ini. Mahfud mengatakan Jokowi meminta KLB yang memilih Moeldoko sebagai Ketum tidak disahkan.
"Kalau Istana mau masuk sebenarnya ketika Moeldoko kongres di Medan itu kita tinggal mengesahkan aja dengan kasar gitu, tapi pada waktu itu saya menghadap presiden," kata Mahfud Md.
Hal tersebut diungkap Mahfud saat ditanya bagaimana posisi pemerintah mengenai kisruh Partai Demokrat dengan Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko. Mahfud kemudian memaparkan isi pertemuan saat dia menghadap Jokowi.
"Saya bersama Menkumham dan Presiden, 'Gimana nih, Pak? Hukumnya bagaimana?' kata Pak Jokowi kepada saya. Hukumnya, Pak, ndak boleh ada muktamar seperti itu, karena muktamar itu atau kongres itu harus diminta oleh pengurus yang sah," tukas Mahfud.
Mahfud juga memberikan penjelasan lebih lanjut kepada Jokowi mengenai aturan pelaksanaan KLB. Mahfud mengatakan acara yang disebut KLB di Sibolangit, Sumatera Utara, itu dilakukan tanpa izin pengurus PD yang sah.
"Ini kan mereka di luar, bukan pengurus yang sah, jadi itu ndak boleh disahkan. Kata Pak Jokowi, 'Kalau memang begitu tegakkan saja hukum, ndak usah disahkan Pak Moeldoko meskipun dia teman kita dan punya ambisi politik', kata Pak Jokowi," lanjut Mahfud.
Baca Juga : DPRD Banyuwangi Sepakati Rencana Perubahan APBD Tahun 2021
Itulah mengapa Mahfud kemudian menjalankan arahan Jokowi. Bersama Yasonna, Mahfud lantas mengumumkan bahwa pemerintah tidak mengesahkan hasil KLB kubu Moeldoko.
"Itulah saya dan Pak Yasonna segera mengumumkan ndak bakal mengesahkan Moeldoko," kata Mahfud lagi.
Pemerintah telah menolak pendaftaran hasil acara yang disebut sebagai kongres luar biasa (KLB) Partai Demokrat di Deli Serdang yang digelar pada akhir Maret 2021 lalu. Acara yang disebut KLB itu menetapkan Moeldoko sebagai Ketum.
"Dari hasil pemeriksaan dan atau verifikasi terhadap seluruh kelengkapan dokumen fisik, sebagaimana yang dipersyaratkan masih ada beberapa kelengkapan yang belum dipenuhi," kata Menkumham Yasonna Laoly saat konferensi pers virtual, Rabu (31/3/2021).
"Dengan demikian, pemerintah menyatakan bahwa permohonan hasil kongres luar biasa di Deli Serdang tanggal 5 Maret 2021 ditolak," ujar Yasonna.
Sebelumnya, Yusril diketahui telah mendampingi 4 anggota Partai Demokrat kubu Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang mengajukan JR terhadap AD/ART Partai Demokrat ke MA. Yusril mengatakan, JR tersebut meliputi pengujian formil dan materiil terhadap AD/ART Partai Demokrat dengan termohon Menteri Hukum dan HAM selaku pihak yang mengesahkan AD/ART partai politik.
"Advokat Yusril Ihza Mahendra dan Yuri Kemal Fadlullah membenarkan pertanyaan media bahwa kantor hukum mereka Ihza & Ihza Law Firm SCBD-Bali Office mewakili kepentingan hukum empat orang anggota Partai Demokrat mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung," kata Yusril dalam siaran pers, Kamis (23/9/2021).
Langkah menguji formil dan materil AD/ART partai politik merupakan hal baru dalam hukum Indonesia. Yusril mendalilkan bahwa MA berwenang untuk menguji AD/ART partai politik.
Alasannya, karena AD/ART dibuat oleh sebuah partai politik atas perintah undang-undang dan delegasi yang diberikan UU Partai politik.
"Kalau AD/ART Parpol itu ternyata prosedur pembentukannya dan materi pengaturannya ternyata bertentangan dengan undang-undang, bahkan bertentangan dengan UUD 1945, maka lembaga apa yang berwenang untuk menguji dan membatalkannya? Ada kevakuman hukum untuk menyelesaikan persoalan di atas," ujar Yusril.