TULUNGAGUNGTIMES - Pembukaan sosialisasi oleh tiga instansi yakni Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Tulungagung digelar di Gedung Prajamukti Pemerintah Kabupaten Tulungagung, Senin (19/04/2021) kemarin.
Sosialisasi ini dalam rangka penyampaian materi tentang kenaikan NJOP dan teknis pemungutan PBB P2 oleh Bapenda, Pengelolaan Keuangan Desa dilakukan oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Tulungagung menyampaikan materi tentang peran aparatur hukum dalam pemerintahan.
Baca Juga : Gelar Perkara Tuntas, Kuasa Hukum Minta Pelaku Kekerasan Terhadap Jurnalis Tempo jadi Tersangka
Peserta sendiri adalah kepala desa di 19 Kecamatan di Kabupaten Tulungagung dan dibagi per eks karesidenan. Sesuai jadwal pelaksanaan, acara dilaksanakan mulai tanggal 19 hingga 22 April 2021 ini.
Dalam kesempatan ini, Indah Inawati kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Tulungagung menyampaikan secara detail dasar kenaikan NJOP dan tata cara pemungutan PBB P2 yang sudah mulai berjalan di seluruh desa.
Disebut Endah, sebelum disampaikan kepada Wajib Pajak, proses penetapan PBB P2 yang diawali dengan simulasi dan kalibrasi dilaksanakan pada bulan November Tahun 2020.
"Dikarenakan adanya proses koordinasi dan konsolidasi dengan AKD terkait dengan ketetapan PBB Tahun 2021 maka penyampaian SPPT PBB ke Kecamatan yang seharusnya dilaksanakan pada pada tanggal 01 sampai dengan 04 Maret 2021 bisa terlaksana semuanya pada tanggal 19 Maret 2021," ucapnya.
Dikarenakan bergesernya tanggal penyampaian SPPT dan kelengkapannya maka penyampaian SPPT PBB ke Wajib Pajak juga diharapkan tuntas pada tanggal 30 April 2021 mendatang.
Atas adanya kenaikan NJOP maka Wajib Pajak diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan kepada Bapenda baik secara kolektif maupun secara perorangan.
Permohonan keberatan atas pajak terhutang, baik yang secara perorangan/ WP Badan maupun kolektif, diterima Bapenda selambat-lambatnya tanggal 31 Juli tahun berkenaan. "Di atas tanggal tersebut digunakan sebagai ketetapan tahun berikutnya," kata Endah.
Kelengkapan berkas pengajuan keberatan di sebutkan Bapenda, untuk Perorangan/WP Badan Surat Kuasa dari wajib pajak dalam hal dikuasakan kepada orang/pihak lain berupa Foto copy KTP, Kartu Keluarga atau identitas lainnya dari wajib pajak. Kemudian,
SPOP dan Lampiran SPOP yang diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditanda tangani.
Asli SPPT/SKPD tahun pajak berkenaan..
Foto copy surat tanah dan atau bangunan/Surat Keterangan dari Kepala Desa atau Lurah mengenai pemilikan/penguasaan atas tanah dan atau bangunan.
"Untuk keberatan atas luas tanah yang belum bersertifikat, agar dilampiri sket ukuran masing-masing sisi tanah sesuai dengan kenyataan dilapangan," jelasnya.
Kemudian, untuk keberatan secara Kolektif
Daftar nama wajib pajak yang mengajukan pembetulan yang ditanda tangani Kepala Desa/Lurah harus melampirkan SPOP Kolektif (untuk bangunan). Lalu juga wajib disertakan Foto copy SPPT tahun pajak yang bersangkutan, Foto copy STTS tahun terakhir dan Surat kuasa dari Wajib Pajak bermaterai dengan alasan keberatan yang jelas serta ditandatangani. Selain itu juga harus dilampirkan foto copy KTP atau identitas lainnya dari Wajib Pajak.
"Untuk keberatan atas NJOP/kelas bumi dilampiri data pembanding NJOP/kelas bumi di sekitarnya (foto copy SPPT PBB atas objek pajak disekitarnya)," paparnya.
Baca Juga : Berisi Ujaran Kebencian, 7 Konten YouTube Jozeph Paul Zhang Diblokir Kominfo
Sementara itu, kepala DPMD Eko Asistono menyampaikan materi tentang pengelolaan keuangan desa.
Materi ini disampaikan agar desa tidak salah mengambil kebijakan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa.
Kepala Kejaksaan Negeri, Mujiharto dalam pemaparannya menjelaskan tentang peran aparatur hukum dalam pemerintahan.
Dengan semakin canggihnya modus operandi tindak pidana korupsi, menurut Mujiharto dibutuhkan perangkat hukum yang lebih mumpuni, berintegritas tinggi dan berwawasan luas.
Korupsi, kolusi dan nepotisme dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan harus dicegah dan ditindak tegas jika ditemukan.
Yang menarik, Kejari juga menyampaikan potensi penyimpangan barang dan jasa dengan swakelola. Indikasi yang disampaikan di antaranya akan bermunculan proyek, penyaluran dana tidak seimbang dengan prestasi pekerjaan dan ironisnya yang mengawasi pelaksanaan kegiatan adalah pengelola itu sendiri.
Kemudian disebutkan Mujiharto, potensi lain di antaranya adalah tidak ada jadwal yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pelaporan. Tenaga ahli yang digunakan lebih dari 50% karena semua pekerjaan diserahkan pada pihak ketiga. Proposal tidak dibuat dengan cermat sehingga pelaksanaan pekerjaan menyimpang dari proposal yang ada.
Ciri lain yang dapat di identifikasi yaitu pengelolaan swakelola tidak membuat laporan harian, mingguan dan bulanan sebagai bentuk pertanggungjawaban. Selain itu, laporan kegiatan tidak dibuat oleh pelaksana swakelola sehingga tidak jelas pelaporan berapa biaya dan laporan bulanan yang dibuat oleh pemborong seharusnya dilakukan oleh oleh pelaksana swakelola.
Delik lain juga di sampaikan oleh Kejaksaan Negeri untuk diketahui para pelaksana pengelolaan keuangan termasuk untuk para kepala desa yang mengikuti sosialisasi ini.