KEDIRITIMES - Penolakan terhadap impor beras sebanyak 1 juta ton terus bergulir. Kali ini penolakan tersebut datang dari petani padi di daerah Kabupaten Kediri Jawa Timur.
Suyitno, Ketua Kelompok Tani, Desa Paron, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri mengatakan, dalam kondisi panen raya seperti saat ini baiknya pemerintah jangan mengeluarkan kebijakan impor beras, karena dengan kebijakan itu justru akan mengakibatkan harga gabah petani semakin turun.
Baca Juga : Faktor Cuaca, Pemkab Malang Tak Bisa Pasok Cabai Keluar Wilayah
Masih kata Suyitno, kebijakan impor seharusnya tidak perlu dilakukan untuk saat ini. Mengingat kondisi petani dalam negeri tengah memasuki masa panen raya. Terlebih pasokan beras dirasa cukup tanpa harus melakukan impor.
"Impor bisa dilakukan apabila terjadi darurat bencana, terjadi kelangkaan produksi dan stok terbatas. Nah, inikan justru kita memasuki panen raya. Saya yakin untuk stok beras cukuplah," ujarnya.
Sebab itu, Suyitno justru mengarahkan pemerintah untuk fokus kepada pengamanan harga gabah beras di tingkat petani dengan melakukan penyerapan beras petani dalam negeri yang sudah memasuki musim panen raya dan saat ini justru harga gabah sedang turun.
Ia membeberkan, harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani saat turun yang mencapai Rp.3.000 per kilogram.
Padahal, berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2020, seharusnya Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani sebesar 4.200 per kilogram.
Selain harga gabah yang turun, petani juga dipusingkan dengan sulitnya melakukan penjualan karena sebagian gabah memang terkena banjir beberapa waktu lalu yang sedikit mempengaruhi kualitas. Dan hal itu membuat Bulog enggan menerima hasil panen.
Sementara itu, Suyitno mengaku, atas tidak diterimanya hasil panen oleh Bulog, pihaknya saat ini hanya bisa menyimpan hasil panennya di gudang penyimpanan.
"Ada 11 ton gabah yang ada ditempat saya. Ini saya biarkan menunggu harga gabah naik," ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Bulog Cabang Kediri, Mara Kamin Siregar mengaku, Bulog menolak hasil panen dari petani apabila tak memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Diantaranya mengenai kadar air terlalu tinggi dan faktor padi di panen terlalu cepat sehingga mempengaruhi kualitas dari padi itu sendiri.
Baca Juga : Dewa Kipas Kalah Telak Lawan Grand Master Wanita Irene Sukandar
Menurut Kamin, Ketentuan yang menjadi dasar penilaian Bulog jelas berdasarkan Permendag nomor 24 tahun 2020.
"Di mana disitu telah diatur ketentuan terkait kelayakan dari hasil panen. Sebagai contoh ketentuan untuk gabah kering panen kadar air maksimal 25 persen. Hampa kotoran maksimal 10 persen. Sedangkan untuk gabah kering giling terkait kadar air maksimal 14 persen, butir patah maksimal 20 persen dan menir maksimal 2 persen," ujarnya.
"Jadi kita menolak bukan tanpa dasar. Kita sesuai dengan aturan yang ada. Hal itu kita lakukan untuk menjaga kualitas," imbuhnya.
Sebagai informasi, pemerintah akan membuka keran impor beras sebanyak 1 juta ton di tahun ini. Beras impor akan digunakan untuk menambah cadangan atau pemerintah menyebutnya dengan istilah iron stock atau kebijakan impor sebagai pemenuhan stok di Bulog untuk berjaga-berjaga (iron stock).
Memang secara regulasi, pemerintah dapat melakukan impor dengan dasar pasal 64 UU No 11 tahun 2020 tentang cipta kerja yang menyebutkan ketersediaan pangan adalah kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri, cadangan pangan nasional dan impor pangan.
Akan tetapi, hal ini berbeda bila berkaca pada UU No.18 tahun 2012 tentang Pangan menegaskan, impor pangan hanya dapat dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri tidak mencukupi dan/atau tidak dapat diproduksi di dalam negeri.