Pengawasan terhadap keamanan, mutu, serta khasiat atau manfaat obat dan makanan dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat merupakan tanggung jawab bersama pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat. Begitu pula meningkatkan daya saing nasional.
Oleh karena itu, keamanan pangan sepanjang rantai pangan sejak budidaya, pengolahan dan pemprosesan, distribusi, hingga pangan siap dikonsumsi (from farm to table) menjadi sangat penting.
Baca Juga : Kodim Tulungagung Bantu Pemasaran Produk UMKM ke Luar Negeri
Untuk mewujudkan pangan aman itulah, BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) terus melakukan pengawasan peredaran makanan melalui berbagai mekanisme, termasuk pembinaan bagi usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Selain UMKM pangan, pembinaan juga dilakukan BPOM kepada UMKM obat tradisional (OT). Terlebih karena popularitas jamu belakangan ini semakin meningkat di tengah pandemi covid-19.
Di masa pandemi ini, masyarakat semakin sadar untuk memelihara daya tahan tubuh dengan mengonsumsi jamu. Padahal, sebagian besar produsen jamu di Indonesia adalah UMKM.
“Tak diragukan lagi, sektor UMKM merupakan salah satu penopang utama perekonomian nasional. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, saat ini ada sekitar 63 juta UMKM atau sekitar 99,9 % dari total pelaku usaha di Indonesia. UMKM menyerap 97% tenaga kerja nasional. Bahkan pada tahun 2018 UMKM berkontribusi 61,07% terhadap produk domestik bruto (PDB). Dengan demikian, sudah sangat jelas betapa signifikan peran UMKM dalam perekonomian Indonesia,” jelas Kepala BPOM RI Penny K. Lukito.
Dukungan penuh BPOM terhadap UMKM antara lain diwujudkan dengan memberikan insentif kemudahan melalui berbagai upaya percepatan, penyederhanaan, dan pendampingan intensif melalui bimbingan teknis dan desk yang bersifat pro-aktif dalam rangka sertifikasi cara pembuatan yang baik. Juga registrasi produk agar dapat memenuhi persyaratan sehingga dapat mendukung percepatan dalam mendapatkan nomor izin edar (NIE). Selain itu, keringanan tarif 50 persen atas penerimaan negara bukan pajak bagi pendaftaran produk UMKM pangan olahan dan usaha menengah obat tradisional (UMOT).
“Pendampingan berkesinambungan bagi UMKM pangan dan jamu mulai dari hulu hingga hilir sangat penting dilakukan. Namun Badan POM tidak dapat bergerak sendiri. Untuk itu, diperlukan kerja sama dengan berbagai pihak. Masih diperlukan berbagai program dukungan bagi UMKM pangan dan jamu agar daya saing produk UMKM dapat terus ditingkatkan menjadi tuan rumah di negeri sendiri, bahkan mampu menembus pasar global,” lanjut kepala Badan POM.
Baca Juga : Pernah Jaya Lalu Tenggelam, Desa Penghasil Abon Ikan di Tulungagung Ini Lakukan Inovasi
Badan POM telah melakukan pendampingan kepada UMKM OT melalui program orang tua angkat. Sampai dengan saat ini, ada enam industri OT besar yang akan membantu UMKM OT dalam hal bahan baku, cara produksi yang baik, pemasaran, hingga bantuan fasilitas dan peralatan serta insentif untuk UMKM OT berupa pendampingan dalam penerapan cara pembuatan obat tradisional yang naik (CPOTB) bertahap.
Pada kunjungan kerjanya ke Kediri (06/11, kepala Badan POM menyerahkan NIE, sertifikat CPOTB bertahap dan sertifikat pemeriksaan sarana baru (PSB) secara simbolik kepada pelaku usaha pangan dan pelaku usaha obat tradisional.
Secara keseluruhan, pada Oktober 2020 Badan POM telah mengeluarkan 30 NIE untuk 7 pelaku usaha pangan olahan dan 8 NIE untuk 3 pelaku usaha obat tradisional. Badan POM juga menerbitkan 10 sertifikat CPOTB nertahap kepada 3 pelaku usaha obat tradisional dan 4 sertifikat PSB pangan olahan kepada 4 pelaku usaha pangan olahan di Kabupaten dan Kota Kediri.