Hanindhito Himawan Pramono dan Dewi Mariya Ulfa atau pasangan Dhito-Dewi disinyalir menjadi bakal calon bupati dan wakil Bupati Kediri satu-satunya dalam kontestasi Pilkada periode 2021-2026. Sebab, pasangan ini mendapat dukungan seluruh partai politik pemilik kursi parlemen di DPRD Kabupaten Kediri.
Dalam kontestan Pilkada yang akan digelar 9 Desember mendatang pasangan Dhito-Dewi mendapat dukungan 9 partai pengusung. Yakni, PDI Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa, Golkar, Partai Amanat Nasional, Demokrat, Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera, Gerindra, dan Partai Persatuan Pembangunan.
Baca Juga : Sulit Lakukan Reshuffle Kabinet, Pengamat Sebut Jokowi Masih "Tersandera" Anak-Mantu
Namun siapa sangka, dari 9 partai politik yang saat ini satu sikap mendukung satu pasangan calon nyatanya sebelum koalisi ini terbentuk sempat mengalami perbedaan visi misi bahkan terbelah menjadi dua kubu koalisi.
Dua kubu koalisi yang dimaksudkan ialah koalisi istana yang terdiri atas sejumlah partai besar. Yang kedua, ada koalisi partai bayangan.
Keberadaan koalisi bayangan ini sebagai rival sekaligus upaya agar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Kediri 2020 tidak memunculkan satu calon tunggal.
Koalisi istana itu berisi beberapa partai pemilik kursi parlemen dengan jumlah besar, salah satunya Partai PDI Perjuangan sebagai poros koalisi sekaligus pemilik kursi parlemen tertinggi di DPRD Kabupaten Kediri dengan 15 kursi. Lalu dalam koalisi istana tersebut terdapat Partai PKB dengan perolehan 9 kursi parlemen, Golkar dengan 6 kursi parlemen, PAN 5 kursi parlemen dan Nasdem 4 kursi parlemen.
Sementara itu, di kubu lain terdapat empat partai politik yang terbentuk menjadi satu koalisi yang mereka sebut sebagai koalisi bayangan sekaligus koalisi rival dari munculnya koalisi istana.
Koalisi bayangan tersebut terdiri dari Partai Gerindra dengan kepemilikan 5 kursi parlemen, Demokrat 3 kursi parlemen, PPP 2 kursi parlemen dan PKS 1 kursi parlemen.
Saat itu partai koalisi bayangan memang terus memberikan sindiran terhadap terbentuknya koalisi istana. Koalisi istana dinilai merupakan kemubaziran demokrasi Pilkada. Lantaran, puluhan miliar anggaran yang dibuang sia-sia karena masyarakat tak diberikan alternatif pilihan yang bermutu.
Di sisi lain mereka beranggapan jika koalisi istana sama sekali tak memberikan contoh cara berdemokrasi yang sehat dan tidak mendidik masyarakat dalam berdemokrasi.
Koalisi Bayangan Akhirnya Merapat di Koalisi Istana
Selang waktu berlalu, mendekati dibukanya pendaftaran, peta politik pun akhirnya berubah. Partai bayangan yang digadang-gadang sebagai koalisi yang berpeluang menjegal langkah terbentuknya partai koalisi istana dalam memunculkan calon tunggal pun akhirnya sirna.
Dalam waktu sekejap, empat partai koalisi bayangan satu per satu mulai menarik diri dan bergeser untuk mengusung pasangan calon tunggal yang telah diusung oleh koalisi istana yakni Dhito-Dewi.
Baca Juga : Di Tengah Pandemi Covid-19, Bapaslon LaDub Yakin Raih Kemenangan 70 Persen
Akan tetapi, beredar informasi jika keputusan empat partai koalisi bayangan untuk bergeser di koalisi istana bukan atas kemauan mereka. Melainkan karena keputusan yang telah diambil oleh masing-masing Dewan Pimpinan Pusat (DPP).
Perihal itu tercermin dari sebuah untaian status akun facebook yang ditulis oleh Ketua DPC Partai PPP Taufik Chavifudin. Dalam unggahan itu Taufik seolah menceritakan kondisi dirinya sebagai Ketua DPC yang tak dapat berbuat banyak terhadap keputusan yang telah dijatuhkan oleh DPP.
'Seperti jatuh hati yang tidak pernah bisa memilih. Karena, Tuhanlah yang telah memilihkan. Kita tak lebih hanyalah korban. Maka, kecewa adalah konsekuensi, dan bahagia adalah bonus'.
Unggahan status tersebut dibuat oleh Taufik pada saat mendampingi pasangan Dhito-Dewi mendaftarkan diri di KPU sebagai kontestan peserta Pilkada. Unggahan status tersebut dibuatnya sembari memberikan caption foto jika dirinya saat itu tengah berada di lokasi pendaftaran pencalonan calon bupati dan bupati Kediri lengkap dengan 8 parpol pengusung lainnya.
Diketahui, memang sebelum rekomendasi Partai PPP turun, Taufik Chavifudin selaku Ketua DPC Partai PPP mengungkapkan jika dirinya lebih memilih abstain daripada harus tergabung ke dalam gerbong koalisi partai istana.
Menurut Taufik, fenomena gerbong koalisi partai besar dinilai mencederai demokrasi dan tidak memberikan pendidikan politik yang benar terhadap masyarakat di tingkat bawah.
"Fakta ini menjadi bukti sebagai kemunduran bagi demokrasi. Ini menunjukkan kegagalan di internal partai politik dalam mencetak figur atau calon untuk berani maju. Dampak krisis calon figur yang diusung membuat persaingan di Pilkada juga tidak kompetitif,” katanya saat dikonfirmasi melalui telepon, Selasa 1 September 2020 beberapa waktu lalu.
Taufik, mengakui jika dirinya diberikan kesempatan untuk memilih, maka dirinya lebih baik memilih abstain daripada harus mengikuti gerbong koalisi besar seperti yang dilakukan oleh partai lain.